Jumat, 28 Desember 2012

Koperasi Indonesia dan Gerakan Koperasi Dunia Menghadapi Persaingan Global

Review 2 Analisis
Koperasi Indonesia dan Gerakan Koperasi 
Dunia Menghadapi Persaingan Global
Oleh: Noer Soetrisno

DETERMINAN KEMAJUAN KOPERASI BERDASARKAN PRAKTEK TERBAIK
    Pada saat ini dengan globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di Eropa Timur serta terbukanya Afrika, maka gerakan koperasi di dunia telah mencapai suatu status yang menyatu di seluruh dunia. Di masa lalu jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok politik/ekonomi, sehingga orang berbicara sering dengan pengertian berbeda. Meskipun hingga tahun 1960-an konsep gerakan koperasi belum mendapat kesepakatan secara internasional, namun dengan lahirnya Revolusi ILO-127 tahun 1966 maka dasar pengembangan koperasi mulai digunakan dengan mengedepankan issue tekanan ekonomi pada saat itu adalah memanfaatkan model koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja yang ketika itu kental dengan sebutan kaum buruh. Sehingga syarat yang ditekankan bagi  keanggotaan koperasi adalah “Kemampuan untuk memanfaatkan jasa koperasi”. 
  Dalam hal resolusi tersebut telah mendorong tumbuhnya program-program pengembangan koperasi yang lebih sistematis dan digalang secara international. Pada akhir 1980-an koperasi dunia mulai gelisah dengan proses globalisasi dan liberalisasi dimana-mana sehingga berbagai langkah pengkajian ulang kekuatan koperasi dilakukan. Hingga tahun 1992 kongres ICA di Tokyo melalui pidato presiden ICA (Lars Marcus) masih melihat perlunya koperasi melihat pengalaman swasta, bahkan laporan Sven Akheberg menganjurkan agar koperasi mengikuti layaknya “private interprise”. Namun dalam perdebatan di Tokyo melahirkan kesepakatan untuk mendalami kembali semangat koperasi dan mencari kekuatan gerakan koperasi serta kembali kepada, sebab didirikannya koperasi. Sepuluh tahun kemudian Presiden ICA saat ini Roberto Barberini menyatakan koperasi harus hidup dalam suasana untuk mendapatkan perlakuan yang sama “equal treatment” sehingga apa yang dikerjakan oleh perusahaan lain harus terbuka bagi koperasi . Koperasi kuat karena menganut “established for last”. Pada tahun 1995 gerakan koperasi menyelenggarakan Kongres koperasi di Manchester Inggris dan melahirkan suatu landasan baru yang dinamakan International Cooperative Identity Statement (ICIS) yang menjadi dasar tentang pengertian prinsip dan nilai etika koperasi untuk menjawab tantangan globalisasi. 
     Patut dicatat satu hal bahwa kerisauan tentang globalisasi dan liberalisasi perdagangan di berbagai negara terjawab oleh gerakan koperasi dengan kembali pada jati diri, namun pengertian koperasi sebagai “enterprise” dicantumkan secara eksplisit. Dengan demikian mengakhiri perdebatan apakah koperasi lembaga bisnis atau lembaga “quasisosial”. Dan sejak itu semangat untuk mengembangkan koperasi terus menggelora di berbagai sistim ekonomi yang semula tertutup kini terbuka. Dari sini dapat ditarik catatan bahwa koperasi berkembang dengan keterbukaan, sehingga liberalisasi perdagangan bukan musuh koperasi.
      Di kawasan Asia Pasifik hal serupa ini juga terjadi sehingga pada tahun 1990 diadakan konferensi pertama para menteri-menteri yang bertanggung jawab dibidang koperasi di Sydney, Australia. Pertemuan ini adalah kejadian kali pertama untuk menjembatani gerakan koperasi yang dimotori oleh ICA – Regional Office of The Asian dan Pasific dengan pemerintah. Pertemuan ini telah melicinkan jalan bagi komunikasi dua arah dan menjadi pertemuan regional yang regular setelah konferensi ke II di Jakarta pada tahun 1992. Pesan Jakarta yag terpenting adalah hubungan pemerintah dan gerakan koperasi terjadi karena kesamaan tujuan antara negara dan gerakan koperasi, namun harus diingat program bersama tidak harus mematikan inisiatif dan kemurnian koperasi. Pesan kedua adalah (secara khusus disebut penjualan saham kepada koperasi) boleh dilakukan sepanjang tidak menimbulkan erosi pada prinsip dan nilai dasar koperasi. Pada bagian berikut dapat dijelaskan syarat-syarat kemajuan koperasi berdasarkan best-practive di dunia. 
Syarat 1: “Skala usaha koperasi harus layak secara ekonomi”
    Sejarah koperasi di dunia yang melahirkan model-model keberhasilan umumnya berangkat dr tiga kutub besar, yaitu konsumen seperti di Inggris, kredit seperti yang terjadi di Belanda dan Perancis kemudia produsen yang berkembang pesat di daratan Amerika maupun di Eropa juga cukup maju. Namun ketika koperasi-koperasi tersebut akhirnya mencapai kemajuan dapat dijelaskan bahwa pendapatan anggota yang digambarkan oleh masyarakat umumnya telah melewati garis kemiskinan. Contoh pada saat revolusi industri pendapatan/anggota Inggris sudah berada pada sekita US$ 500,- atau di Denmark pada saat revolusi pendidikan perkapita dimulai pendapatan perkapita di Denmark berada pada kisaran US$ 350,- Hal ini menunjukkan betapa pentingnya dukungan belanja rumah tangga baik sebagai produsen maupun menjadi konsumen mampu menunjang kelayakan bisnis perusahaan koperasi. Bukti empiris pentingnya faktor ini juga telah ditunjukan oleh pesatnya perkembangan koperasi konsumen di Kuwait pasca pendudukan Iraq. Pada akhirnya penjumlahan keseluruhan transaksi para anggota harus menghasilkan suatu volume penjualan yang mampu mendapatkan penerimaan koperasi yang layak dimana hal ini ditentukan oleh rata-rata tingkat pendapatan atau skala kegiatan ekonomi anggota.
Syarat 2: “Harus memiliki cakupan kegiatan yang menjangkau kebutuhan masyarakat luas, kredit (simpan-pinjam) dapat menjadi platform dasar menumbuhkan koperasi.”
    Di daratan Eropa koperasi tumbuh melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh bebagai kekuatan. Bahkan dua bank terbesar di Eropa milik koperasi yakni “Credit Agrocole” di Perancis dan “Rabo-Bank” di Netherlands Nurinchukin bank di Jepang dan lain-lain. Disamping itu hamper di setiap negara menunjukkan adanya koperasi kredit yang kuat seperti Credit Union di Amerika Utara dan lain-lain. Kredit sebagai kebutuhan universal bagi umat manusia terlepas dari kedudukannya sebagai produsen maupun konsumen dan penerima penghasilan tetap atau bukan adalah “potensial customer-member” dari koperasi kredit.
Syarat 3: “Posisi koperasi produsen yang menhadapi dilema bilateral monopoli menjadi akar memperkuat posisi tawar koperasi”
    Di manapun baik di negara berkembang maupun di negara maju kita selalu disuguhkan contoh koperasi yang berhasil, namun ada kesamaan universal yaitu koperasi peternak sapi perah dan koperasi produsen susu, selalu menjadi contoh sukses dimana-mana. Secara special terdapat contoh yang lain seperti produsen gandum di daratan Australia, produsen kedele di Amerika Utara dan Selatan hingga petani tebu di India yang menyamai kartel produsen. Keberhasilan universal koperasi produsen susu, baik besar maupun kecil, di negara maju dan berkembang nampakya terletak pada keserasian struktur pasar dengan kehadiran koperasi, dengan demikian koperasi terbukti merupakan kerjasama pasar yang tangguh untuk menghadapi ketidakadilan pasar. Corak ketergantungan yang tinggi kegiatan produksi yang teraktur dan kontinyu menjadikan hubungan antara anggota dan koperasi sangat kukuh. 
    Koperasi yang kuat selalu ditandai oleh kemampuan menjaga derajad monopoli tertentu secara berkesinambungan baik karena factor alami maupun buatan. Di negara berkembang, termasuk Indonesia, transparasi structural tidak berjalan seperti yang dialami oleh negara negara industri di Barat, upah buruh di pedesaan secara riil telah naik ketika pengangguran meluas sehingga terjadi lompatan sektor jasa terutama sektor usaha mikro dan informal. Oleh karena itu kita memiliki kelompok penyedia jasa terutama di sektor perdagangan seperti warung dan pedagang pasar, yang jumlahnya mencapai lebih dari 6 juta unit dan setiap hari memerlukan barang dagangan. Potensi sektor ini cukup besar, tetapi belum ada referensi dari pengalaman dunia. Koperasi yang berhasil di bidang ritel di dunia adalah sistem pengadaan dan distribusi  barang di negara-negara berkembang “user” atau anggotanya adalah para pedagang kecil sehingga model ini harus dikembangkan sendiri oleh negara berkembang.
Syarat 4: “Pendidikan dan peningkatan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan kekuatan koperasi (Pengembangan SDM)”
  Koperasi selain sebagai sebagai organisasi ekonomi juga merupakan organisasi pendidikan dan pada awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat pendidikan anggota yang memudahkan lahirnya kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam sistem demokrasi dan tumbuhnya kontrol social menjadi syarat berlangsungnya pengawasan oleh anggota koperasi. Oleh karena itu kemajuan koperasi juga didasari oleh tingkat perkembangan pendidikan dari masyarakat dimana diperlukan koperasi. Pada saat ini masalah pendidikan bukan lagi hambatan karena rata-rata pendidikan penduduk dimana telah meningkat. Bahkan teknologi informasi telah turut mendidik masyarakat, meskipun juga ada dampak negatifnya.
Sumber: www.smecda.com/deputi7/file.../Koperasi_Indo_Gerakannya.pdf

YUNITA HILDA N (27211679)/2EB09
FAKULTAS EKONOMI
2011-2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar