Jumat, 28 Desember 2012

Koperasi Indonesia dan Gerakan Koperasi Dunia Menghadapi Persaingan Global

Review 1 Pendahuluan
Koperasi Indonesia dan Gerakan Koperasi 
Dunia Menghadapi Persaingan Global
Oleh: Noer Soetrisno

PENGERTIAN KOPERASI

Pengertian koperasi dapat didekati melalui beberapa aspek. Secara normatif berkembang berkaitan dengan interpretasi denga menafsirkan bangun usaha koperasi sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, yang selama ini menjadi jiwa badan usaha seperti koperasi dan usaha badan kooperatif lainnya. Perdebatan mengenai penafsiran ini telah sejak lama terjadi. Bahkan beberapa kali telah terjadi perdebatan yang terhadap penafsiran asas kekeluargaan dalam pasal 33 UUD 1945, khususnya yang menyangkut system ekonomi nasional. Kini gerakan koperasi dunia telah memiliki rumusan normatif hingga ke tatanan operasional. Di Indonesia sendiri dengan perubahan UUD 1945 pasal 33, koperasi tidak lagi memiliki rumusan normatif yang eksplisit. Menurut hemat penulis pendekatan normatif haruslah memiliki peluang yang sama dan setara bagi badan usaha apapun. Dengan demikian pendekatan normatif , otomatif tidak bertentangan dengan keberadaan koperasi atau menjamin keberadaan koperasi karena kehadirannya memerlukan persyaratan tertentu.

Kedua, dari sudut legalitas, koperasi merupakan suatu badan usaha yang memiliki status badan hokum, sesuai yang diatur dalam UU No.12 Tahun 1967 dan diubah dalam UU No. 25/1992 tentang perkoperasian. Dengan demikian apabila persyaratan-persyaratan yang tertuang dalam perundangan-undangan itu dipenuhi, maka koperasi dapat disebut sebagai badan usaha. Perkembangan yang menarik terdapat dalam UU No. 25/1992 , yang secara eksplisit memungkinkan koperasi menjalankan usahanya seperti badan usaha komersial. Dari sudut badan usaha dasar legalitas koperasi yang ada pada saat ini belum menampung konsep saham dalam koperasi, sehingga selalu berhadapan dengan hidden charactisic ketiadaan ekuitas yang memadai dalam kelembagaan koperasi.

Ketiga,dari sudut positifis (dengan mengedepankan peluang yang ada) pengertian koperasi adalah sebagai interpretasi dari pemikiran normatif ke dalam suatu kriteria-kriteria positifis. Dalam hal ini mungkin dapat diuji secara empirik da lebih mendalam tanpa memandang badan hukumnya terlebih dahulu.. Krena sifatnya yang positif wajar saja jika titik beratnya pada pengembangan koperasi yang secara normatif berlaku universal. Secara, positifis pendekatan legalistik juga dapat dipadukan melalui peralatan-peralatan praktis, yaitu dengan memanfaatkan dasar-dasar konsepsi teori ekonomi, khususnya teori ekonomi mikro.

Artinya, koperasi sebagai suatu badan usaha dapat menganut kaidah-kaidah ekonomi perusahaan komersial dan prinsip-prinsip ekonomi. Dengan pemahaman ini diharapkan kita tidak terjebak pada pengertian koperasi dalam batasan yang sempit. Permasalahannya, bagaimana pengembangan praktek koperasi dapat menjalankan prinsip kesejahteraan secara bersama.

KELAHIRAN KOPERASI DI INDONESIA

    Keberadaan dan perkembangan koperasi tidak dapat dilepaskan dengan sejarah kelahirannya. Di barat, koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan nasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Di Negara berkembang koperasi di rasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangun untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam mempejuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan. Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorogan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan yang sudah dimuai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui kongres koperasi di Tasikmalaya. 
    Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development”  secara sekaligus. Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu: (i) Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD. (ii) Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsi lainnya. (iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.

POTRET KOPERASI INDONESIA

    Selama ini “koperaso” dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor – sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Hingga kini masih tersisa kewajiban BUMN untuk menyisahkan keuntungan untuk pembinaan usaha kecil dan koperasi (PUKK) sebagai salah satu bentuk dukungan. Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dan perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. 
    Dalam pandangan pengamatan international Indonesia mengiuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas, seperti di sektor pertanian (Sharma, 1992). Koperasi Indonesia setelah 55 tahun berkembang dalam suasana demokrasi terpimpin dan sentralisasi kekuasaan serta politik masa mengambang ternyata tetap hadir di dalam perekonomian kita. Potret koperasi program meskipun mencatat keberhasilan bagi pelaksanaan program pemerintah (swasembada beras maupun pembangunan pertanian dalam arti luas dan pemeliharaan stabilitas ekonomi), namum menimbulkan beban social bagi koperasi yang bersangkutan serta menimbulkan antipasti masyarakat.  Namun gambaran tersebut ternyata hanya menyentuh sekitar 20% dari jumlah koperasi yang ada pada saat sebelum krisis ekonomi (12.000 koperasi/KUD dari 52.000 koperasi keseluruhan pada saat itu) dan hanya menimbulkan pengaruh kurang dari 45% pembentukan aset koperasi. Padahal setelah tahun 1997 benar-benar terjadi transisi peta kekuatan koperasi yang bergeser kepada koperasi non program. 
    Sementara praktis sejak akhir 2000 semua bentuk fasilitas perkreditan program melalui koperasi dihentikan dan mengikuti prinsip perbankan komersial biasa. Sehingga apabila kita jujur masih terlalu besar kenyataan swadaya koperasi dan manfaatnya bagi mendorong roda perekonomian. Koperasi kredit (kredit, simpan pinjam, dan kegiatan pembiayaan oleh koperasi) menguasai 55% dari aset koperasi, melayani hamper 11 juta nasabah serta menempati tempat kedua dalam pasar kredit mikro setelah BRI Unit Desa. Sehingga koperasi simpan pinjam (kredit) telah menjadi jaringan terluas dan paling dekat dengan kegiatan ekonomi lapis bawah yang menjadi tulang punggung kegiatan ekonomi rakyat. Sektor kegiatan ini praktis kurang menjadi perhatian pemerintah di masa sebelum krisis, meskipun berbagai upaya telah dirintis oleh program negara donor. Dengan melihat berbagai pengalaman dari berbagai negara dan refleksi pengalaman Indonesia yang sarat dengan intervensi selama 50 tahun dan represi terhadap sebagian lainnya sedemikian lama, masih menyisakan karakter kemandirian pada sebagian besar masyarakat koperasi. Maka dari itu koperasi terbukti tetap dapat menjadi instrumen bagi masyarakat untuk bersama-sama menghadapi ketidakadilan pasar sepanjang orang di luar koperasi tidak menetapkan persyaratan koperasi dan mencampuri mekanisme koperasi. Adalah tidak adil jika kita mengadili koperasi Indonesia dengan ejekan, padahal kebiasaan yang dikonotasikan tidak baik itu hanya melanda sebagian kecil koperasi yang terkait dengan program dari luar koperasi dan koperasi tidak berdaya menolaknya. Gugatan ketidakadilan ini selayaknya dialamatkan kepada semua pihak selain pemerintah, para ilmuwan, kaum politisi dan media serta gerakan koperasi sendiri yang perhatiannya bias kepada program koperasi. Sehingga pengamatan yang seimbang terhadap gerakan koperasi tidak mendapat tempat dan citra koperasi menjadi terpinggirkan. Untuk dampak tersebut kita patut angkat jempol, bahwa dari hari ke hari masih semakin banyak orang yang ingin membangun koperasi secara benar dan menjadi baik. Pandangan inilah yang menjadi salah satu kekuatan koperasi sebagai perusahaan yang didirikan oleh one for last.
    Negara mengatur dalam rangka menjaga aturan main yang jelas dan memberikan perlindungan publik terhadap masyarakat baik yang berkoperasi maupun yang berada di luar koperasi. Dengan demikian peran pengaturan dijaga tidak menjadi intervensi yang menimbulkan ketergantungan. Di banyak negara para pendukung gerakan koperasi selalu menempatkan prinsip : kerja keras dan berusaha dengan keras , jika gagal datang ke pemerintah, jika pemerintah tidak mampu bekerjasamalah dalam koperasi dan dengan koperasi lain (CAA). Semangat ini mungkin masih ditanamkan kembali dan ketergantungan dapat dihindari apabila ada “institusi perantara” yang merupakan representasi kepentingan koperasi dan pemerintah serta stakeholder lainnya. Pendekatan penguatannya harus lugas pada pendekatan bisnis untuk membantu bisnis koperasi berkembang. Dari segi pendekatan hal ini berarti memadukan antara pendekatan supply driven dengan demand driven dalam pemberian dukungan perkuatan kepada koperasi.

Sumber: www.smecda.com/deputi7/file.../Koperasi_Indo_Gerakannya.pdf

YUNITA HILDA N (27211679)/2EB09
FAKULTAS EKONOMI
2011-2012

1 komentar:

  1. How do I make money from playing games and earning
    These kadangpintar are the three most popular septcasino forms of gambling, and herzamanindir are explained in a very concise and หารายได้เสริม concise https://septcasino.com/review/merit-casino/ manner. The most common forms of gambling are:

    BalasHapus