Senin, 30 Maret 2015

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Perekonomian Indonesia pasca kemerdekaan masih sangat terpuruk karena masih dalam tahap berkembang setelah kekuasaan penjajah usai, namun keterpurukan perekonomian pada masa itu banyak di sebabkan oleh antara lain, terjadinya inflasi yang tinggi, adanya blokade Belanda agar perdagangan luar negeri Indonesia tertutup, kas negara kosong, serta eksploitasi besar-besaran oleh penjajah Belanda.
Inflasi pada saat itu mungkin disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Dalam hal ini kelompok yang paling di rugikan adalah petani, karena pada saat itu kelompok petanilah yang menjadi produsen dengan banyak menyimpan mata uang Jepang. Ke tiga mata uang tersebut ialah De Javasche Bank,  Hindia Belanda, dan Jepang.  Sampai pada akhirnya pemerintah Indonesia mengeluarkan ORI (Oeang Rakyat Indonesia) pada tanggal Oktober 1946 sebagai pengganti mata uang Jepang serta usaha untuk mengatasi inflasi. Dalam studi ekonomi kasus seperti ini dapat menyebabkan terjadinya inflasi karena semakin banyak uang beredar di masyarakat akan mempengaruhi kenaikan tingkat harga, apa lagi dengan adanya 3 mata uang yang beredar.
Memasuki tahun 1950an setelah masa krisis pasca kemerdekaan tersebut Indonesia mencoba untuk berkembang dalam sistem perekonomiannya menjadi Demokrasi Liberal. Pada masa ini pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berdasarkan prinsip-prinsip liberal, namun semua kebijakan pada masa itu malah memperparah perekonomian. Karena rakyat pribumi masih kalah saing oleh rakyat non pribumi, terutama rakyat Cina. Sampai akhirnya pemerintah mengeluarkan upaya untuk mengatasi keterpurukan itu dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang di buat seperti: gunting sjafruddin (pemotongan nilai uang), program benteng, menasinoalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia, sistem ekonomi Ali-Baba, serta pembatalan sepihak hasil KMB. Semua kebijakan itu cukup membuat perekonomian pada masa itu sedikit membaik.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1959 Indonesia menjalankan sistem perekonomian demokrasi terpimpin yang di tandai dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Banyak kebijakan-kebijakan yang di buat pada masa itu, pemerintah mengharapkan akan mencapai kemakmuran serta kesejahteraan. Namun, kebijakan-kebijakan tersebut belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia. Kebijakan-kebijakan moneter yang mengalami kegagalan tersebut yaitu: devaluasi menurunkan nilai uang dan pembentukan deklarasi ekonomi. Mungkin pada masa itu kebijakan-kebijakan tersebut gagal dikarenakan banyaknya faktor salah satunya yaitu: banyaknya proyek-proyek mercusuar dan juga akibat adanya pergolakan dengan negara tetangga Malaysia dan negara-negara Barat.
Setelah mengalami pasang surut terlebih banyak terpuruknya perekonomian pada masa kekuasaan presiden Soekarno. Hingga akhirnya Soekarno turun dari tahta kepemimpinan yang di gantikan oleh Suharto, oleh Suharto semua kebijakan untuk pembangunan nasional, politik, serta ekonomi dibenahi, sistem perekonomian ini biasa disebut sistem perekonomian orde baru. Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun dalam praktiknya ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela. Selain itu, kesenjangan antara rakyat kaya dan miskin juga semaki lebar.
Kelebihan sistem perekonomian orba adalah berkembangnya GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$ 1.000. Bahkan nlai tukar rupiah menguat dibandungkan dengan faluta asing seperti Jepang. Namun, walaupun banyak kemajuan yang diakibatkan kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan orba ada juga kekurangannya, diantaranya: banyaknya korupsi, kolusi, dan nepotisme, pembangunan Indonesia tidak merata, bertambahnya kesenjangan sosial, serta kebebasan berpendapat yang dibatasi.
Masyarakat Indonesia akhirnya menekan presiden Soeharto untuk lengser dari jabatannya, kelompok yang paling berperan adalah mahasiswa. Setelah banyak terjadi kerusuhan di mana-mana di Jakarta sampai akhirnya mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR. Akhirnya presiden yang telah menjabat ±32 tahun itu pun lengser  pada tahun1998.
Dampak negatif kondisi ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru antara lain :
1.    Ketergantungan terhadap Minyak dan Gas Bumi (Migas)
Migas merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi anggaran belanja negara. Jadi harga Migas sangat berpengaruh bagi pendapatan negara sehingga turunnya harga minyak mengakibatkan menurunnya pendapatan negara. 
2.    Ketergantungan terhadap Bantuan Luar Negeri
Akibat berkurangnya pendapatan dari Migas, pemerintah melakukan penjadualan kembali proyek – proyek pembangunan yang ada, terutama yang menggunakan valuta asing. Mengusahakan peningkatan ekspor komoditi non migas dan terakhir meminta peningkatan pinjaman luar negeri kepada negara – negara maju.
Akhir 1970-an, proses pembangunan di Indonesia mengalami “non market failure” sehingga banyak kerepotan dalam proses pembangunan, misalnya merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan pendapatan, terutama disebabkan oleh “market failure”.
Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal 1980-an. Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan “structural adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian sebagai berikut:
a.   Program stabilisasi jangka pendek atau kebijakan manajemen permintaan dalam bentuk kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar mata uang dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat.
b.  Kebijakan struktural demi peningkatan output melalui peningkatan efisiensi dan alokasi sumber daya dengan cara mengurangi distorsi akibat pengendalian harga, pajak, subsidi dan berbagai hambatan perdagangan, tarif maupun non tarif. Kebijakan “Paknov 1988” yang menghapus monopoli impor untuk beberapa produk baja dan bahan baku penting lain, telah mendorong mekanisme pasar berfungsi efektif pada saat itu.
c.   Kebijakan peningkatan kapasitas produktif ekonomi melalui penggalakan tabungan dan investasi. Perbaikan tabungan pemerintah melalui reformasi fiskal, meningkatkan tabungan masyarakat melalui reformasi sektor finansial dan menggalakkan investasi dengan cara memberi insentif dan melonggarkan pembatasan.
d.  Kebijakan menciptakan lingkungan legal yang bisa mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif termasuk jaminan hak milik dan berbagai tindakan pendukungnya seperti reformasi hukum dan peraturan, aturan main yang menjamin kompetisi bebas dan berbagai program yang memungkinkan lingkungan seperti itu.
Dampak dari kebijakan tersebut cukup meyakinkan terhadap ekonomi makro, seperti investasi asing terus meningkat, sumber pendapatan bertambah dari perbaikan sistem pajak, produktivitas industri yang mendukung ekspor non-migas juga meningkat. Pemerintahan Orde Baru membangun ekonomi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengendalian inflasi tanpa memperhatikan pondasi ekonomi yang memberikan dampak sebagai berikut:
•         Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia, sebagai salah satu faktor produksi, tidak disiapkan untuk mendukung proses industrialisasi.
•         Barang – barang impor (berasal dari luar negeri) lebih banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses industri sehingga industri Indonesia sangat bergantung pada barang impor tersebut.
•         Pembangunan tidak didistribusikan merata ke seluruh wilayah Indonesia dan ke seluruh rakyat Indonesia sehingga hanya sedikit elit politik dan birokrat serta pengusaha – pengusaha Cina yang dekat dengan kekuasaan saja yang menikmati hasil pembangunan. 
Pada masa reformasi perekonomian Indonesia berangsur membaik, harga-harga barang pokok juga kembali normal. Perkembangan di era Reformasi ini merupakan suatu bentuk  perbaikan di segala bidang sehingga belum menemukan suatu arah yang jelas. Pembangunan masih tarik menarik mana yang harus didahulukan. Namun setidaknya reformasi telah membawa Indonesia untuk menjadi lebih baik dalam merubah nasibnya tanpa harus semakin terjerumus dalam kebobrokan moral manusia-manusia sebelumnya
Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai sekarang sudah mengalami beberapa pergantian presiden, antara lain yaitu:
1.    Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat.
2.    Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.
3.    Ibu Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
•         Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun
•         Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.

4.    Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu
•         mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sector pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
•         Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
•         Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
•         Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
•         Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
•         Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis
Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Perekonomian Indonesia pasca kemerdekaan masih sangat terpuruk karena masih dalam tahap berkembang setelah kekuasaan penjajah usai, namun keterpurukan perekonomian pada masa itu banyak di sebabkan oleh antara lain, terjadinya inflasi yang tinggi, adanya blokade Belanda agar perdagangan luar negeri Indonesia tertutup, kas negara kosong, serta eksploitasi besar-besaran oleh penjajah Belanda.
Memasuki tahun 1950an setelah masa krisis pasca kemerdekaan tersebut Indonesia mencoba untuk berkembang dalam sistem perekonomiannya menjadi Demokrasi Liberal. Namun semua kebijakan pada masa itu malah memperparah perekonomian. Sampai akhirnya pemerintah mengeluarkan upaya untuk mengatasi keterpurukan itu dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang di buat seperti: gunting sjafruddin (pemotongan nilai uang), program benteng, menasinoalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia, sistem ekonomi Ali-Baba, serta pembatalan sepihak hasil KMB. Semua kebijakan itu cukup membuat perekonomian pada masa itu sedikit membaik.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1959 Indonesia menjalankan sistem perekonomian demokrasi terpimpin  yang di tandai dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 (order lama) Banyak kebijakan-kebijakan yang di buat pada masa itu, pemerintah mengharapkan akan mencapai kemakmuran serta kesejahteraan. Namun, kebijakan-kebijakan tersebut belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia. Kebijakan-kebijakan moneter yang mengalami kegagalan tersebut yaitu: devaluasi menurunkan nilai uang dan pembentukan deklarasi ekonomi. Mungkin pada masa itu kebijakan-kebijakan tersebut gagal dikarenakan banyaknya faktor salah satunya yaitu: banyaknya proyek-proyek mercusuar dan juga akibat adanya pergolakan dengan negara tetangga Malaysia dan negara-negara Barat.
Setelah mengalami pasang surut terlebih banyak terpuruknya perekonomian pada masa kekuasaan presiden Soekarno. Hingga akhirnya Soekarno turun dari tahta kepemimpinan yang di gantikan oleh Suharto, oleh Suharto kebijakan untuk pembangunan nasional, politik, serta ekonomi dibenahi, sistem perekonomian ini biasa disebut sistem perekonomian orde baru. Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun dalam praktiknya ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela. Selain itu, kesenjangan antara rakyat kaya dan miskin juga semaki lebar.
Kelebihan sistem perekonomian orba adalah berkembangnya GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$ 1.000. Bahkan nlai tukar rupiah menguat dibandungkan dengan faluta asing seperti Jepang. Namun, walaupun banyak kemajuan yang diakibatkan kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan orba ada juga kekurangannya, diantaranya: banyaknya korupsi, kolusi, dan nepotisme, pembangunan Indonesia tidak merata, bertambahnya kesenjangan sosial, serta kebebasan berpendapat yang dibatasi.
Dampak negatif kondisi ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru antara lain :
•         Ketergantungan terhadap Minyak dan Gas Bumi (Migas)
•         Ketergantungan terhadap Bantuan Luar Negeri

Akhir 1970-an, proses pembangunan di Indonesia mengalami “non market failure” sehingga banyak kerepotan dalam proses pembangunan, misalnya merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan pendapatan, terutama disebabkan oleh “market failure”. Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal 1980-an. Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan “structural adjustment”
Pada masa reformasi perekonomian Indonesia berangsur membaik, harga-harga barang pokok juga kembali normal. Perkembangan di era Reformasi ini merupakan suatu bentuk  perbaikan di segala bidang sehingga belum menemukan suatu arah yang jelas. Pembangunan masih tarik menarik mana yang harus didahulukan. Namun setidaknya reformasi telah membawa Indonesia untuk menjadi lebih baik dalam merubah nasibnya tanpa harus semakin terjerumus dalam kebobrokan moral manusia-manusia sebelumnya.

Daftar Pustaka
http://milasari0.blogspot.com/2014/03/perkembangan-perekonomian-dari-masa.html
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/11/pengertian-sistem.html
http://www.animers.net78.net/sistem-perekonomian-indonesia/
http://www.creativebrain.web.id/media.php?
http://nitaevita.blogspot.com/2012/03/perekonomian-indonesia-dari-masa-orde.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Indonesia
http://www.sarjanaku.com/pengertian-sistem-ekonomi-tradisional.html
http://www.antaranews.com/berita/293176/ekonomi-indonesia-2012-siap-tinggal-landas


YUNITA HILDA N
27211679
4EB09