Sabtu, 01 Agustus 2015

TUGAS SOFTSKILL 3 : PERKEMBANGAN STANDAR AKUNTANSI (PSAK) INDONESIA

Sejarah Standar Akuntansi Keuangan
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi disegala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini. Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.Dalamperkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK). Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia. Due Process Prosedur penyusunan SAK.

  • Due Process Prosedur penyusunan SAK sebagai berikut :

1.      Identifikasi issue untuk dikembangkan menjadi standar;
2.      Konsultasikan issue dengan DKSAK;
3.      Membentuk tim kecil dalam DSAK;
4.      Melakukan riset terbatas;
5.      Melakukan penulisan awal draft;
6.      Pembahasan dalam komite khusus pengembangan standar yang dibentuk DSAK;
7.      Pembahasan dalam DSAK;
8.  Penyampaian Exposure Draft kepada DKSAK untuk meminta pendapat dan pertimbangan dampak penerapan standar;
9.      Peluncuran draft sebagai Exposure Draft dan pendistribusiannya;
10.  Public hearing;
11.  Pembahasan tanggapan atas Exposure Draft dan masukan Public Hearing;
12.  Limited hearing
13.  Persetujuan Exposure Draft PSAK menjadi PSAK;
14.  Pengecekan akhir;
15.  Sosialisasi standar
Due Process Procedure penyusunan Interpretasi SAK, Panduan Implementasi SAK dan Buletin Teknis tidak wajib mengikuti keseluruhan tahapan due process yang diatur dalam ayat 1 diatas, misalnya proses public hearing.
Due Process Procedure untuk pencabutan standar atau interpretasi standar yang sudah tidak relevan adalah sama dengan due process procedures penyusunan standar yang diatur dalam ayat 1 diatas tanpa perlu mengikuti tahapan due proses e, f, i, j, dan k sedangkan tahapan m dalam ayat 1 diatas diganti menjadi: Persetujuan pencabutan standar atau interpretasi.
Alasan Mengapa Dunia Akuntansi Memerlukan Sebuah Standar Akuntansi
Ada beberapa alasan mengapa dunia akuntansi memerlukan sebuah standar akuntansi :
1.   Banyak pihak yang menggunakan informasi keuangan untuk membuat keputusan-keputusan ekonomi.
2.   Masing-masing pengguna laporan keuangan mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda terhadap informasi keuangan.
3.  Perlakuan yang tidak sama (ukuran dan pengungkapan) dalam menyediakan/menyajikan informasi keuangan perusahaan.
4.      Ketentuan dalam menyajikan dalam menginterpretasikan bentuk dan isi laporan keuangan.
5.      Sebagai criteria dalam menilai perfoma perusahaan.

Latar Belakang Timbulnya Prinsip Akuntansi Berlaku Umum
Timbulnya prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP) dapat dilihat dari peran akuntansi yaitu menyajikan informasi kepada berbagai pihak. Secara khusus GAAP mengatur akuntansi keuangan yang menyajikan informasi kepada pihak di luar organisasi. Akan tetapi, informasi yang disajikan tersebut tidak hanya berguna untuk pihak di luar perusahaan tetapi juga pihak intern organisasi. Menurut Fess dan Warren (1990;794) informasi akuntansi keuangan yang disajikan sesuai dengan GAAP memang utamanya ditujukan kepada pihak luar ( external) tetapi juga berguna bagi manajemen untuk mengarahkan operasi perusahaan. Perusahaan menambah berbagai laporan yang diperlukan yang tidak harus diatur oleh GAAP yang dibutuhkan oleh manajemen.
Akuntansi yang diselenggarakan untuk menghasilkan informasi kepada pihak eksteral disebut juga dengan akuntansi keuangan sedangkan akuntansi yang memfokuskan diri pada penyajian laporan untuk tujuan pengambilan keputusan intern organisasi disebut akuntansi manajemen.
Miller et.al (1985:5) menyatakan ada tiga kelompok orang yang berpartisipasi dalam akuntansi keuangan yaitu pengguna (users), penyaji (preparers), dan auditor (auditors). Pengguna adalah individu atau institusi yang mengandalkan informasi akuntansi keuangan dalam pengambilan keputusan investasi atau kredit. Dalam kelompok ini termasuk investor, kreditor, analis keuangan dll. Penyaji adalah pihak yang menyusun dan menerbitkan laporan keuangan yaitu manajemen. Auditor adalah pihak yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan untuk menyatakan pendapat atas kewajarannya.
Ketiga pihak yang berpartisipasi dalam akuntansi keuangan memiliki kepentingan yang berbeda-beda atas penyajian laporan keuangan. Persepsi masing-masing pihak yang terlibat juga berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan satu aturan yang disepakati untuk dapat dijadikan pegangan bagi pengguna, penyaji, dan auditor. Disini arti penting dan latar belakang munculnya prinsip akuntansi berlaku umum (GAAP).
Prinsip Akuntansi Indonesia
Prinsip akuntansi Indonesia (PAI) merupakan himpunan prinsip, prosedur, metode, dan teknik akuntansi yang mengatur penyusunan laporan, khususnya yang ditujukan kepada pihak luar. PAI hanya berlaku di Indonesia, namun penyusunannya juga memperhatikan prinsip-prinsip akuntansi yang diakui secara internasional atau umum, yaitu General Agreement Accounting Principles (GAAP).
Dengan adanya prinsip akuntansi, laporan keuangan yang disusun mempunyai kesatuan bahasa teknik akuntansi yang dapat dimengerti oleh para pemakainya, sehingga tujuan akuntansi keuangan untuk menyampaikan akuntansi kepada pihak luar mencapai sasaran secara tepat.
Penerapan prinsip akuntansi dalam menyusun laporan keuangan ini menghasilkan laporan keuangan yang layak, tepat, relevan dan dapat dipercaya. Tetapi angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan bukan sesuatu yang mutlak karena tergantung dari prinsip serta kebijaksanaan akuntansi yang dilaksanakan perusahaan yang bersangkutan. Bila kebijaksanaan akuntansi yang dianut berubah maka angka yang disajikan dalam laporan keuangan akan berbeda. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip akuntansi bersifat longgar. Apabila kita mengetahui sejak terbentuknya prinsip akuntansi yang merupakan suatu persetujuan dari berbagai pihak yang berkepentingan maka kelonggaran prinsip akuntansi menjadi hal yang wajar.
Perumusan prinsip-prinsip, prosedur, metode dan teknik-teknik dalam PAI dibatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan akuntansi keuangan dan diungkapkan dalam gsris besarnya saja. Selain itu prinsip-prinsip yang diatur dalam PAI bersifat umum, tidak mencakup praktek akuntansi untuk industri tertentu, seperti perbankan atau Asuransi. Karena PAI belum mengatur keseluruhan praktek akuntansi di Indonesia, masalah-masalah yang belum diatur dalam PAI perlakuannya diserahkan kepada pihak yang bersangkutan, sepanjang tidak bertentangan dengan praktek akuntansi yang lazim ( sound accounting practice ) dan didasarkan atas pertimbangan yang sehat.

Tujuan Akuntansi dan Laporan Keuangan
Tujuan umum
·         Memberikan informasi keuangan mengenai aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan
·         Memberikan informasi mengenai perubahan aktiva netto (aktiva dikurangi kewajiban ) yang timbul ari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba
·         membantu pemakai laporan keuangan dalam menaksir potensi perusahaan dalam memperoleh laba
·         memberikan informasi mengenai perubahan aktiva dan kewajiban suatu perusahaan
·         memberikan informasi mengenai kebijaksanaan akuntasni yang dianut perusahaan
Tujuan kualitatif
Tujuan kualitatif mengandung arti kegunaan (manfaat) laporan akuntansi bagi pemakai. Laporan dikatakan bermanfaat memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
·         Relevan
Laporan harus dihubungkan dengan maksud peggunaannya. Laporan atau informasi yang bertujuan umum (general purpose information) perhatiaannya difokuskan pada kebutuhan umum pemakai, bukan pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, perlu dipilih metode pengukuran dan pelaporan keuangan yang membantu pemakai dalam mengambil keputusan
·         Dapat dimengerti (Understandable)
Laporan atau informasi dinytakan dalam bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian pemakai. Namun, pemakai juga diharapkan memiliki pengetahuan tentang proses akuntansi serta istilah yang dipakai dalam laporan keuangan
·         Daya uji (verifiability)
Laporan atau informasi harus dapat diuji kebenarannya oleh para pengukur independen dengan menggunakan metode pengukuran yang sama.
·         Netral (netral)
Laporan atau informasi diarahkan pada kepentingan umum dan tidak bergantung pada kebutuhan pihak tertentu.
·         Tepat waktu
Laporan atau informasi harus disampaikan sedini mungkin sehingga membantu pengambilan keputusan tanpa harus tertunda
·         Daya banding (comparability)
Laporan dapat dibandingkan dengan laporan-laporan periode yang lalu atau dapat dibandingkan dengan laporan perusahaan lain yang sejenis.
·         Lengkap (complete)
Laporan meliputi semua data akuntansi keuangan dan informasi tambahan sehingga tidak menyesatkan para pengambil keputusan.





Konsep-Konsep Dasar Akuntansi
Pengumpulan data, pencatatan, dan pelaporan informasi keuangan suatu perusahaan berpedoman pada prinsip atau konsep yang mendasari sistem akuntansi. Konsep dasar akuntansi adalah sebagai berikut :
·         Kesatuan usaha (Business Entity)
Perusahaan merupakan kesatuan ekonomi yang terpisah dari pihak yang berkepentingan dengan sumber-sumber perusahaan. Pemisahan itu sebagai pertimbangan dalam mempertanggungjawabkan keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
·         Kesinambungan (continuitas)
Kesatuan ekonomi (perusahaan) melanjutkan usahanya dan tidak akan dibubarkan
·         Periode akuntansi (Accounting Period)
Kegiatan perusahaan dipisahkan dalam periode-periode. Penyajiaan laporan secara periodik akan membantu pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan.
·         Pengukuran dalam nilai uang (Money Measurement)
Informasi utama pada laporan keuangan diukur dengan nilai uang karena uang merupakan penyebut (denominator) umum dalam pengukuran aktiva, kewajiban perusahaan dan perubahaannya.
·         Harga pertukaran
Transaksi keuangan harus dicatat sebesar harga pertukaran, yaitu jumlah uang yang diterima atau dibayarkan untuk transaksi
·         Metode akkrual
Penetapan pendapatan dan beban (biaya) didasarkan pada saat terjadinya penyerahaan prestasi, bukan pada saat penerimaan atau pengeluaran uang.
·         Prinsip Konsistensi
Prinsip konsistensi merupakan pengunaan metode akuntansi (perhitungan ataupun pencatatan) yang sama dari periode ke periode.
·         Prinsip materialitis
Prinsip materialistis mengutamakan perhitungan dan jumlah materiil yang layak untuk diperhitungan. Jumlah yang kurang layak diperhitungkan (immateriil) dapat diabaikan
·         Prinsip konservatif
Apabila menghadapi ketidakpastian, dapat dipilih alternatif yang paling menguntungkan. Misalnya, memperhitungkan kemungkinan terjadinya kerugian (beban), tetapi tidak memperhitungkan kemungkinan terjadinya pendapatan (keuntungan)
Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia.
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.
Ada juga pendapat yang lain mengtakan bahwa perkembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia yang terbaru mengadopsi IFRS ke PSAK, kronologis kejadian dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). (Terjadi pada periode 1973-1984)
Komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB. (Terjadi pada periode 1984-1994)
Ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri. (Terjadi pada periode 1994-2004).
Merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar. (terjadi pada periode 2006-2008)
Indonesia memutuskan untuk berkiblat pada Standar Pelaporan Keuangan Internasional atau IFRS.

”Semua persiapan ke arah sana harus diselesaikan karena ini akan dimulai pada 1 Januari 2012. Coba dilihat dampak pada biayanya karena pengalihan standar akan menyebabkan timbulnya ongkos tambahan,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (5/5), saat menjadi pembicara kunci dalam seminar ”IFRS, Penerapan dan Aspek Perpajakannya”.
Menurut Sri Mulyani, konvergensi akuntansi Indonesia ke IFRS perlu didukung agar Indonesia mendapatkan pengakuan maksimal dari komunitas internasional yang sudah lama menganut standar ini.
”Kalau standar itu dibutuhkan dan akan meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara yang bisa dipercaya di dunia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban kepada rakyat dengan lebih baik dan konsisten, tentu itu perlu dilakukan,” ujarnya.
Selain IFRS, kutub standar akuntansi yang berlaku di dunia saat ini adalah United States General Accepted Accounting Principles (US GAAP).
Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk Inggris, menggunakan International Accounting Standard (IAS) dan International Accounting Standard Board (IASB).
Setelah berkiblat ke Belanda, belakangan Indonesia menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI berkiblat ke Amerika Serikat dan nanti mulai tahun 2012 beralih ke IFRS.

Tujuh Manfaat Penerapan IFRS
Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan mengatakan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus.
1.      Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).
2.      Kedua, mengurangi biaya SAK.
3.      Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.
4.      Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.
5.      Kelima, meningkatkan transparansi keuangan.
6.    Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal.
7.      Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
”Pengalaman di Eropa, ada beberapa masalah yang muncul dalam implementasi IFRS, antara lain perencanaan waktu yang kurang matang dan kurangnya dukungan dari manajemen puncak,” tuturnya.
Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Etty Retno Wulandari mengatakan, Indonesia perlu mengadopsi IFRS karena sebagian besar negara di dunia sudah menganut standar akuntansi itu.
Dengan demikian, IFRS dapat meningkatkan perlindungan kepada investor pasar modal. ”Bapepam mewajibkan emiten dan perusahaan publik menyampaikan laporan keuangan ke Bapepam dan menyediakannya pada masyarakat. Laporan tersebut harus disajikan dengan standar akuntansi yang berkualitas tinggi,” ungkapnya.
Recomended Training: International Financial Reporting Standard (IFRS): membahas Concept, Implementaion dan Penyesuaian/Perbandingan IFRS dengan PSAK.

Sumber : 


YUNITA HILDA NILAWATI
27211679
4EB09

Rabu, 06 Mei 2015

INDUSTRI KEUANGAN GLOBAL VS REGIONAL

Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan ASEAN dalam hal skala ekonomi, luas wilayah, maupun jumlah penduduk, sudah sewajarnya mendapat keuntungan optimal dari implementasi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) tahun 2015. Namun sampai dengan saat ini Indonesia masih belum mendapatkan mutual benefit, khususnya dalam ekspansi bisnis perbankan, padahal kinerja perbankan nasional terlihat sudah mampu bersaing kompetitif di tataran regional. Aset dan kredit perbankan nasional dalam beberapa tahun terakhir, mampu tumbuh jauh melampaui pertumbuhan perbankan regional dengan kualitas aktiva yang terjaga dengan baik. Di jajaran top 15 bank di ASEAN, empat bank milik Indonesia tercatat memiliki pertumbuhan aset, kredit, dan rasio efisiensi yang lebih baik dibandingkan bank-bank sekelas DBS, UOB, OCBC, dan CIMB Group.
Kami mengapresiasi upaya BI untuk menerapkan prinsip kesetaraan (level of playing field) yang sama antara bank nasional dan bank asing yang beroperasi (maupun yang akan beroperasi) di Indonesia melalui beberapa regulasi, yaitu PBI 14/26/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti bank (Multi License Policy), PBI 14/24/2012 tentang Kepemilikan Tunggal, dan PBI 14/8/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum.

Di satu sisi, aturan-aturan tersebut setidaknya telah berupaya untuk mengakomodir kesetaraan (prinsip resiprokalitas) antara lain dengan mensyaratkan bank asing yang beroperasi di Indonesia untuk meningkatkan struktur permodalannya (modal inti) jika ingin melakukan kegiatan usaha secara lengkap dan hendak membuka kantor cabang khususnya di zona overbanked (zona jenuh), serta tidak dapat lagi semata-mata hanya fokus menyalurkan kredit konsumsi yang memberikan yield yang tinggi, namun juga harus meningkatkan penyaluran kredit ke sektor produktif.

Di sisi lainnya, aturan tersebut juga selaras dan mendukung pengembangan dan penguatan perbankan nasional serta memberikan dukungan terhadap progam financial inclusion di Indonesia dalam bentuk penyebaran jaringan distribusi perbankan di seluruh wilayah Indonesia, khususnya wilayah atau zona yang belum jenuh terhadap penetrasi perbankan. Hal ini tentunya akan meningkatkan akses layanan finansial bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Melalui aturan ini, maka diharapkan konsentrasi distribusi jaringan perbankan akan lebih merata di seluruh wilayah Indonesia untuk mendukung financial inclusion dalam rangka pemerataan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut tentunya juga akan mendukung implementasi konsep branchless banking yang saat ini merupakan salah satu solusi untuk melakukan percepatan peningkatan financial inclusion.

Untuk itu, dalam rangka memperkuat eksistensi perbankan nasional di tataran internasional, ke depannya perlu didukung oleh adanya regulasi lanjutan sehingga dapatmemperkuat positioning dan penetrasi bank-bank nasional dalam melebarkan sayapnya di kawasan regional serta memiliki level of playing field yang sama saat melakukan penetrasi bisnis di luar negeri.

Selain itu, secara khusus perbankan nasional juga membutuhkan dukungan regulator untuk mendorong penghimpunan dana masyarakat. Tingginya rasio LDR perbankan nasional yang saat ini mencapai 84% (dibandingkan dengan LDR Malaysia di 78%) bahkan beberapa bank nasional memiliki LDR lebih dari 100%, menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan jauh lebih besar dibandingkan kemampuan pendanaan. Kedepannya perlu ada kebijakan yang dapat mendorong pengembangan infant securitization dan bond market mengingat saat ini sekuritisasi aset keuangan hanya dapat dilakukan melalui struktur KIK EBA dengan pasar yang terbatas dan kurang likuid.

Dukungan regulator juga dibutuhkan perbankan nasional dalam pengembangan bisnisbranchless banking yang merupakan solusi meningkatkan financial inclusion. Fakta menunjukkan bahwa dalam 12 tahun terakhir, jumlah pemegang HP (pemilik SIM Card) mampu melampaui jumlah pemegang rekening bank yang saat ini penetrasinya baru 51%. Optimalisasi pengembangan branchless banking yang berbasiskan telepon seluler perlu didukung relaksasi peraturan khususnya yang terkait dengan perizinan banking agent serta kelonggaran proses know your customer (KYC) bagi nasabah unbanked. Perlu juga ditingkatkan partnership antara perbankan dengan operator telekomunikasi untuk mendorong inter-operability dan mengakselerasi terciptanya cashless society. Perbaikan sistem identitas penduduk ke arah single identity juga dapat menjadi salah satu solusi pengembangan branchless banking untuk mendorong integrasi informasi finansial sehingga pemilik SIM Card dengan identitas penduduk tertentu dapat dengan mudah memiliki rekening bank dan mendapatkan layanan keuangan.

Hal critical lainnya yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan dan pengembangan SDM industri perbankan mengingat industri perbankan merupakan salah satu sektor yang membutuhkan SDM dengan tingkat kapabilitas di atas rata-rata. Kedepannya, perlu dukungan dari semua pihak agar perbankan dapat merekrut dan me-retain karyawannya secara efektif dan komprehensif. Perlu pembenahan pengembangan ilmu pengetahuan seperti yang dilakukan oleh pemerintah China dan India sehingga saat ini Beijing-Tianjin dan Madras telah dijadikan sebagai pusat penelitian pengembangan dunia dan dianggap mampu mencetak profesional sekelas MIT dan Harvard kawasan Asia. Bank Mandiri sendiri saat ini juga tengah membangun Mandiri University sebagai salah satu sarana mencetak bankir-bankir profesional yang terintegrasi dan menyeluruh. Selain itu, hal penting lainnya adalah mengenai peningkatan kompetensi bankir yang dapat dilakukan melalui berbagai program sertifikasi atas bidang pekerjaan tertentu.

Saat ini, lembaga asosiasi (IBI) telah menyusun standar kerja untuk berbagai bidang pekerjaan di perbankan dimana kedepannya para bankir diharapkan dapat mengikuti program sertifikasi dimaksud, dengan harapan agar tidak terjadi kesenjangan tingkat kompetensi diantara para bankir, sehingga perbankan Indonesia memiliki bankir yang berkualitas dan mampu bersaing dengan sehat bahkan terhadap para bankir asing yang semakin banyak masuk ke Indonesia. IBI bersama-sama dengan Perbanas, Himbara, Asbanda, Asbisindo dan Perbarindo juga telah membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi Bankir atau LSPP yang nantinya akan didorong untuk lebih aktif dalam menyelenggarakan sertifikasi atas bidang kerja yang telah mendapatkan SKKNI dari Pemerintah.

Apa pemikiran Bapak untuk mendorong dan memberikan iklim kondusif agar perusahaan-perusahaan keuangan Indonesia (bank, asuransi, multifinance, dll) dapat terus tumbuh dan menjadi regional player? Apakah perlu ada regulasi atau aturan baru? Apa yang harus dilakukan pemerintah dan perusahaan?

Di tengah kondisi keuangan global yang belum sepenuhnya pulih hingga saat ini, kinerja industri keuangan di Indonesia justru memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan terlihat dari aset yang terus tumbuh didukung kondisi perekonomian Indonesia yang kondusif yang bisa tumbuh di atas 6%. Dalam tiga tahun terakhir aset perbankan Indonesia rata-rata tumbuh 18% per tahun, dari Rp2.534,1 triliun tahun 2009 hingga mencapai Rp4.103 triliun pada November 2012. Sementara itu, pertumbuhan aset industri multifinance bahkan lebih pesat lagi hingga mencapai 25,1% dari Rp174,4 triliun di 2009 menjadi Rp341,6 triliun di 2012, sedangkan Lembaga Riset Media Asuransi (LRMA) menyatakan bahwa di tahun 2011 pertumbuhan premi asuransi jiwa mencapai sebesar 26,0% dan asuransi umum mencapai sebesar 20,9%, pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan asuransi umum dan asuransi jiwa dunia.

Kinerja perbankan Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun tercermin juga dari kredit yang sepanjang tiga tahun terakhir rata-rata tumbuh 29,8%, simpanan rata-rata tumbuh 17,1%, laba rata-rata tumbuh 24,1%, dan tingkat NPL yang membaik yaitu sebesar 2%. Kinerja yang semakin baik didukung penerapan manajemen risiko yang semakin baik dan permodalan yang semakin kuat, bahkan saat ini ada dua bank nasional yang sudah masuk kategori internasional dilihat dari sisi ekuitas sesuai Arsitektur Perbankan Indonesia. Kredit Industri perbankan Indonesia juga masih akan terus tumbuh karena diperkirakan 49% dari seluruh masyarakat Indonesia belum memiliki akses finansial termasuk akses kepada perbankan.

Sementara itu, kinerja industri multifinance juga tak kalah menggembirakan, seiring penurunan suku bunga pasar sehingga semakin memudahkan nasabah untuk memiliki kendaraan maupun barang konsumsi lainnya. Kedepannya, perkembangan industri multifinance juga masih akan terus tumbuh seiring dengan meningkatnya konsumerisme masyarakat Indonesia yang ingin terus mengikuti perkembangan terkini di bidang elektronik, maupun kebutuhan masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor, seiring semakin meningkatnya penghasilan.

Terkait industri asuransi, potensi asuransi di Indonesia sangat besar, bisa dilihat dari tingkat penetrasinya (jumlah premi terhadap pendapatan nasional bruto) yang masih sangat rendah yaitu sebesar 1,4% di 2012. Banyak perusahaan asuransi asing yang masuk ke Indonesia melihat potensi yang besar tersebut dan pertumbuhannya yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan asuransi dunia.

Agar perusahaan-perusahaan keuangan di Indonesia dapat terus tumbuh dan berkembang menjadi regional player maka tentunya perlu didukung oleh struktur permodalan yang kuat sehingga dapat melakukan ekspansi bisnis secara prudent. Penguatan permodalan tersebut dapat dilakukan antara lain melalui mekanisme go public, corporate action right issue, pemupukan modal dari laba ditahan, ataupun suntikan modal dari pemilik sehingga perusahaan dapat mengembangkan usaha dengan lebih leluasa lagi. Untuk tumbuh menjadi lebih besar lagi saat ini kita tidak hanya dapat mengandalkan pada pertumbuhan organik saja, tetapi juga perlu melakukan pertumbuhan non organik, baik dengan membeli perusahaan yang dapat mendukung pertumbuhan bisnis perusahaan induk ataupun melakukan penyuntikan modal pada perusahaan anak agar dapat terus tumbuh dan berkembang seiring berkembangnya perusahaan induk.

Dukungan regulator dan pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk mendorong agar perusahaan-perusahaan keuangan di Indonesia bisa menjadi regional player. Peran regulator dan pemerintah sangat diperlukan untuk melakukan pembicaraan government to government (G2G) dengan regulator dan pemerintah yang menjadi tujuan bisnis perusahaan-perusahaan Indonesia di negara tersebut, apabila business to business (B2B) tidak memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Dengan adanya adanya G2G tersebut diharapkan regulator dan pemerintah negara yang menjadi tujuan pengembangan bisnis perusahaan-perusahaan Indonesia bersedia memberikan kemudahan dalam melakukan bisnis di negara tersebut, dengan sedikit memberikan kelonggaran peraturan.

Regulasi atau aturan baru terkait industri keuangan tentu saja sangat diharapkan, terutama yang dapat mendukung perusahaan-perusahaan keuangan untuk bisa terus tumbuh dan berkembang dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam mengembangkan bisnisnya, baik dalam tataran domestik maupun internasional.

Negara mana yang pantas dicontoh dalam mendorong dan memfasilitasi perusahaan keuangan domestik agar semakin besar?



Menurut pendapat kami, negara yang pantas dicontoh dalam mendorong dan memfasilitasi perusahaan keuangan domestiknya agar semakin besar, adalah negara yang memiliki sumber daya, infrastruktur, kondisi market dan regulasi yang mendukung, dengan ciri dan kriteria secara lebih detail sebagai berikut :

Industri keuangannya telah maju termasuk pasar modal, pasar keuangan dan pasar obligasi yang sudah well-developed, ramah dalam hal bisnis dan investasi serta merupakan pusat keuangan terbaik di dunia. Banyak lembaga keuangan terkemuka dari negara lain yang beroperasi di negara tersebut dan menawarkan berbagai produk dan layanan keuangan di semua segmen.

Negara tersebut memiliki aturan/regulasi yang mendorong industri keuangannya untuk semakin besar dan kuat serta mampu dalam mendorong dan memfasilitasi perusahaan keuangan domestik secara konsisten didukung oleh adanya standar regulasi keuangan yang prudent dan sehat serta pengawasan yang ketat. Idealnya juga secara terus menerus menelaah undang-undang dan regulasi yang terkait dengan sektor keuangannya secara berkala, untuk dapat memastikan bahwa konstruksi hukum perbankannya tetap selaras dengan perkembangan dunia keuangan terkini.

Fungsi pengawasan yang kuat dan ketat tersebut seyogyanya juga didukung oleh regulasi yang pro pada kebutuhan industri sehingga mampu menarik investasi dan kepercayaan lembaga keuangan terkemuka untuk membuka kantornya sehingga menjadikan negara tersebut sebagai salah satu office-based terkemuka di dunia.

Melalui otoritas keuangannya mampu mengelola aspek-aspek yang terkait dengan keuangan, perbankan, asuransi, multifinance, sekuritas, dan industri keuangan lainnya, dengan cakupan lembaga keuangan yang cukup besar dan lingkup kegiatan keuangan (termasuk perbankan) yang kompleks, dinamis dan koheren.

Merupakan negara yang kompetitif di dunia di bidang ekonomi, keuangan dan perdagangan, memiliki regulasi yang sangat pro pada dunia usaha dimana investor hanya membutuhkan waktu yang singkat (hanya beberapa hari) untuk dapat membuka suatu bisnis/usaha, dengan biaya start-up yang murah, termasuk berbagai kemudahan dalam pengurusan izin usaha, pajak, perlindungan hukum dan perlindungan bagi investor.

Adanya apresiasi dari para investor atas tingginya transparansi dari para regulator negara tersebut, terutama terkait dengan penerapan aturan-aturan yang berlaku. Situasi politik juga stabil, sistem peradilan yang baik dan adanya praktik GCG yang kuat juga menjadi salah satu faktor utama bagi pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif dan bahkan sangat menarik bagi investor global.

Dukungan lainnya adalah infrastruktur yang memadai yang memungkinkan perusahaan keuangan domestik dan lembaga keuangan terkemuka dapat melakukan transaksi dengan counterpart-nya di belahan dunia manapun secara efisien dan efektif serta dengan biaya yang sangat kompetitif.

Idealnya negara tersebut juga merupakan pusat perdagangan foreign exchange yang besar, merupakan hub logistik papan atas dunia, serta merupakan negara yang terbuka, kompetitif dan inovatif di dunia.

Menerapkan insentif fiskal untuk mendorong perkembangan sektor keuangannya antara lain melalui penerapan struktur tarif pajak yang kompetitif serta memiliki perjanjian pajak berganda dengan banyak negara di dunia.

Memiliki SDM yang berkualitas dan merupakan yang terbaik di dunia. Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja bagi begitu banyaknya lembaga jasa keuangan yang beroperasi di negara tersebut, pemerintahnya idealnya dapat menjalankan kebijakan yang terbuka bagi tenaga kerja asing, yang dapat memberikan nilai tambah dan keunggulan hasil di perusahaan-perusahaan multinasional sehingga dapat membawa negara tersebut pada peta pusat keuangan global.


Memiliki pusat pelatihan dan penelitian akademisi yang akan mendorong inovasi, kepemimpinan, dan kemajuan ilmu pengetahuan di bidang keuangan serta akan terus memainkan peran penting dalam menghasilkan pengetahuan dan ide-ide baru yang berkaitan dengan best practice di sektor jasa keuangan.

Sumber :
http://swa.co.id/ceo-interview/zulkifli-zaini-perlu-dukungan-regulator-agar-industri-keuangan-nasional-menjadi-pemain-regional
http://katadata.co.id/berita/2014/09/12/ojk-yakin-perbankan-nasional-mampu-berkompetisi-di-regional#sthash.wP20pA35.dpuf
http://m.republika.co.id/berita/koran/pareto/14/10/08/nd40kh36-agar-tak-menjadi-sasaran-empuk-bank-asing
http://www.bcasekuritas.co.id/id/news-events/news/6766

YUNITA HILDA N
27211679
4EB09