Review 2 Analisis
Koperasi Indonesia dan Gerakan Koperasi
Dunia Menghadapi Persaingan Global
Oleh: Noer Soetrisno
DETERMINAN KEMAJUAN KOPERASI
BERDASARKAN PRAKTEK TERBAIK
Pada saat ini dengan
globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di Eropa Timur serta terbukanya
Afrika, maka gerakan koperasi di dunia telah mencapai suatu status yang menyatu
di seluruh dunia. Di masa lalu jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi
dibatasi oleh blok politik/ekonomi, sehingga orang berbicara sering dengan
pengertian berbeda. Meskipun hingga tahun 1960-an konsep gerakan koperasi belum
mendapat kesepakatan secara internasional, namun dengan lahirnya Revolusi
ILO-127 tahun 1966 maka dasar pengembangan koperasi mulai digunakan dengan
mengedepankan issue tekanan ekonomi pada saat itu adalah memanfaatkan model
koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja
yang ketika itu kental dengan sebutan kaum buruh. Sehingga syarat yang
ditekankan bagi keanggotaan koperasi
adalah “Kemampuan untuk memanfaatkan jasa koperasi”.
Dalam hal resolusi
tersebut telah mendorong tumbuhnya program-program pengembangan koperasi yang
lebih sistematis dan digalang secara international. Pada akhir 1980-an koperasi
dunia mulai gelisah dengan proses globalisasi dan liberalisasi dimana-mana
sehingga berbagai langkah pengkajian ulang kekuatan koperasi dilakukan. Hingga
tahun 1992 kongres ICA di Tokyo melalui pidato presiden ICA (Lars Marcus) masih
melihat perlunya koperasi melihat pengalaman swasta, bahkan laporan Sven
Akheberg menganjurkan agar koperasi mengikuti layaknya “private interprise”.
Namun dalam perdebatan di Tokyo melahirkan kesepakatan untuk mendalami kembali
semangat koperasi dan mencari kekuatan gerakan koperasi serta kembali kepada,
sebab didirikannya koperasi. Sepuluh tahun kemudian Presiden ICA saat ini
Roberto Barberini menyatakan koperasi harus hidup dalam suasana untuk
mendapatkan perlakuan yang sama “equal
treatment” sehingga apa yang dikerjakan oleh perusahaan lain harus terbuka
bagi koperasi . Koperasi kuat karena menganut “established for last”. Pada tahun 1995 gerakan koperasi
menyelenggarakan Kongres koperasi di Manchester Inggris dan melahirkan suatu
landasan baru yang dinamakan International Cooperative Identity Statement
(ICIS) yang menjadi dasar tentang pengertian prinsip dan nilai etika koperasi
untuk menjawab tantangan globalisasi.
Patut dicatat satu hal bahwa kerisauan
tentang globalisasi dan liberalisasi perdagangan di berbagai negara terjawab
oleh gerakan koperasi dengan kembali pada jati diri, namun pengertian koperasi
sebagai “enterprise” dicantumkan
secara eksplisit. Dengan demikian mengakhiri perdebatan apakah koperasi lembaga
bisnis atau lembaga “quasisosial”.
Dan sejak itu semangat untuk mengembangkan koperasi terus menggelora di
berbagai sistim ekonomi yang semula tertutup kini terbuka. Dari sini dapat
ditarik catatan bahwa koperasi berkembang dengan keterbukaan, sehingga
liberalisasi perdagangan bukan musuh koperasi.
Di kawasan Asia Pasifik
hal serupa ini juga terjadi sehingga pada tahun 1990 diadakan konferensi
pertama para menteri-menteri yang bertanggung jawab dibidang koperasi di
Sydney, Australia. Pertemuan ini adalah kejadian kali pertama untuk
menjembatani gerakan koperasi yang dimotori oleh ICA – Regional Office of The
Asian dan Pasific dengan pemerintah. Pertemuan ini telah melicinkan jalan bagi
komunikasi dua arah dan menjadi pertemuan regional yang regular setelah
konferensi ke II di Jakarta pada tahun 1992. Pesan Jakarta yag terpenting
adalah hubungan pemerintah dan gerakan koperasi terjadi karena kesamaan tujuan
antara negara dan gerakan koperasi, namun harus diingat program bersama tidak
harus mematikan inisiatif dan kemurnian koperasi. Pesan kedua adalah (secara
khusus disebut penjualan saham kepada koperasi) boleh dilakukan sepanjang tidak
menimbulkan erosi pada prinsip dan nilai dasar koperasi. Pada bagian berikut
dapat dijelaskan syarat-syarat kemajuan koperasi berdasarkan best-practive di
dunia.
Syarat 1: “Skala usaha
koperasi harus layak secara ekonomi”
Sejarah koperasi di
dunia yang melahirkan model-model keberhasilan umumnya berangkat dr tiga kutub
besar, yaitu konsumen seperti di Inggris, kredit seperti yang terjadi di
Belanda dan Perancis kemudia produsen yang berkembang pesat di daratan Amerika
maupun di Eropa juga cukup maju. Namun ketika koperasi-koperasi tersebut
akhirnya mencapai kemajuan dapat dijelaskan bahwa pendapatan anggota yang
digambarkan oleh masyarakat umumnya telah melewati garis kemiskinan. Contoh
pada saat revolusi industri pendapatan/anggota Inggris sudah berada pada sekita
US$ 500,- atau di Denmark pada saat revolusi pendidikan perkapita dimulai
pendapatan perkapita di Denmark berada pada kisaran US$ 350,- Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya dukungan belanja rumah tangga baik sebagai
produsen maupun menjadi konsumen mampu menunjang kelayakan bisnis perusahaan
koperasi. Bukti empiris pentingnya faktor ini juga telah ditunjukan oleh
pesatnya perkembangan koperasi konsumen di Kuwait pasca pendudukan Iraq. Pada
akhirnya penjumlahan keseluruhan transaksi para anggota harus menghasilkan
suatu volume penjualan yang mampu mendapatkan penerimaan koperasi yang layak
dimana hal ini ditentukan oleh rata-rata tingkat pendapatan atau skala kegiatan
ekonomi anggota.
Syarat 2: “Harus memiliki cakupan kegiatan yang
menjangkau kebutuhan masyarakat luas, kredit (simpan-pinjam) dapat menjadi
platform dasar menumbuhkan koperasi.”
Di daratan Eropa
koperasi tumbuh melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen yang kuat hingga
disegani oleh bebagai kekuatan. Bahkan dua bank terbesar di Eropa milik
koperasi yakni “Credit Agrocole” di Perancis dan “Rabo-Bank” di Netherlands
Nurinchukin bank di Jepang dan lain-lain. Disamping itu hamper di setiap negara
menunjukkan adanya koperasi kredit yang kuat seperti Credit Union di Amerika
Utara dan lain-lain. Kredit sebagai kebutuhan universal bagi umat manusia
terlepas dari kedudukannya sebagai produsen maupun konsumen dan penerima
penghasilan tetap atau bukan adalah “potensial customer-member” dari koperasi
kredit.
Syarat 3: “Posisi koperasi produsen yang menhadapi
dilema bilateral monopoli menjadi akar memperkuat posisi tawar koperasi”
Di manapun baik di
negara berkembang maupun di negara maju kita selalu disuguhkan contoh koperasi
yang berhasil, namun ada kesamaan universal yaitu koperasi peternak sapi perah
dan koperasi produsen susu, selalu menjadi contoh sukses dimana-mana. Secara
special terdapat contoh yang lain seperti produsen gandum di daratan Australia,
produsen kedele di Amerika Utara dan Selatan hingga petani tebu di India yang
menyamai kartel produsen. Keberhasilan universal koperasi produsen susu, baik
besar maupun kecil, di negara maju dan berkembang nampakya terletak pada
keserasian struktur pasar dengan kehadiran koperasi, dengan demikian koperasi
terbukti merupakan kerjasama pasar yang tangguh untuk menghadapi ketidakadilan
pasar. Corak ketergantungan yang tinggi kegiatan produksi yang teraktur dan
kontinyu menjadikan hubungan antara anggota dan koperasi sangat kukuh.
Koperasi
yang kuat selalu ditandai oleh kemampuan menjaga derajad monopoli tertentu
secara berkesinambungan baik karena factor alami maupun buatan. Di negara
berkembang, termasuk Indonesia, transparasi structural tidak berjalan seperti
yang dialami oleh negara negara industri di Barat, upah buruh di pedesaan
secara riil telah naik ketika pengangguran meluas sehingga terjadi lompatan
sektor jasa terutama sektor usaha mikro dan informal. Oleh karena itu kita
memiliki kelompok penyedia jasa terutama di sektor perdagangan seperti warung
dan pedagang pasar, yang jumlahnya mencapai lebih dari 6 juta unit dan setiap
hari memerlukan barang dagangan. Potensi sektor ini cukup besar, tetapi belum
ada referensi dari pengalaman dunia. Koperasi yang berhasil di bidang ritel di
dunia adalah sistem pengadaan dan distribusi barang di negara-negara berkembang “user” atau
anggotanya adalah para pedagang kecil sehingga model ini harus dikembangkan
sendiri oleh negara berkembang.
Syarat 4: “Pendidikan dan peningkatan teknologi menjadi
kunci untuk meningkatkan kekuatan koperasi (Pengembangan SDM)”
Koperasi selain sebagai
sebagai organisasi ekonomi juga merupakan organisasi pendidikan dan pada
awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat pendidikan anggota yang memudahkan
lahirnya kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam sistem demokrasi dan
tumbuhnya kontrol social menjadi syarat berlangsungnya pengawasan oleh anggota
koperasi. Oleh karena itu kemajuan koperasi juga didasari oleh tingkat
perkembangan pendidikan dari masyarakat dimana diperlukan koperasi. Pada saat
ini masalah pendidikan bukan lagi hambatan karena rata-rata pendidikan penduduk
dimana telah meningkat. Bahkan teknologi informasi telah turut mendidik
masyarakat, meskipun juga ada dampak negatifnya.
Sumber: www.smecda.com/deputi7/file.../Koperasi_Indo_Gerakannya.pdf
YUNITA HILDA N (27211679)/2EB09
FAKULTAS EKONOMI
2011-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar