Review 1 Pendahuluan
Koperasi Indonesia dan Gerakan Koperasi
Dunia Menghadapi Persaingan Global
Oleh: Noer Soetrisno
PENGERTIAN
KOPERASI
Pengertian koperasi dapat didekati
melalui beberapa aspek. Secara normatif berkembang berkaitan dengan
interpretasi denga menafsirkan bangun usaha koperasi sesuai dengan pasal 33 UUD
1945 beserta penjelasannya, yang selama ini menjadi jiwa badan usaha seperti
koperasi dan usaha badan kooperatif lainnya. Perdebatan mengenai penafsiran ini
telah sejak lama terjadi. Bahkan beberapa kali telah terjadi perdebatan yang
terhadap penafsiran asas kekeluargaan dalam pasal 33 UUD 1945, khususnya yang
menyangkut system ekonomi nasional. Kini gerakan koperasi dunia telah memiliki
rumusan normatif hingga ke tatanan operasional. Di Indonesia sendiri dengan
perubahan UUD 1945 pasal 33, koperasi tidak lagi memiliki rumusan normatif yang
eksplisit. Menurut hemat penulis pendekatan normatif haruslah memiliki peluang
yang sama dan setara bagi badan usaha apapun. Dengan demikian pendekatan
normatif , otomatif tidak bertentangan dengan keberadaan koperasi atau menjamin
keberadaan koperasi karena kehadirannya memerlukan persyaratan tertentu.
Kedua, dari sudut legalitas, koperasi
merupakan suatu badan usaha yang memiliki status badan hokum, sesuai yang
diatur dalam UU No.12 Tahun 1967 dan diubah dalam UU No. 25/1992 tentang
perkoperasian. Dengan demikian apabila persyaratan-persyaratan yang tertuang
dalam perundangan-undangan itu dipenuhi, maka koperasi dapat disebut sebagai
badan usaha. Perkembangan yang menarik terdapat dalam UU No. 25/1992 , yang
secara eksplisit memungkinkan koperasi menjalankan usahanya seperti badan usaha
komersial. Dari sudut badan usaha dasar legalitas koperasi yang ada pada saat
ini belum menampung konsep saham dalam koperasi, sehingga selalu berhadapan
dengan hidden charactisic ketiadaan
ekuitas yang memadai dalam kelembagaan koperasi.
Ketiga,dari
sudut positifis (dengan mengedepankan peluang yang ada) pengertian koperasi
adalah sebagai interpretasi dari pemikiran normatif ke dalam suatu
kriteria-kriteria positifis. Dalam hal ini mungkin dapat diuji secara empirik
da lebih mendalam tanpa memandang badan hukumnya terlebih dahulu.. Krena
sifatnya yang positif wajar saja jika titik beratnya pada pengembangan koperasi
yang secara normatif berlaku universal. Secara, positifis pendekatan legalistik
juga dapat dipadukan melalui peralatan-peralatan praktis, yaitu dengan
memanfaatkan dasar-dasar konsepsi teori ekonomi, khususnya teori ekonomi mikro.
Artinya, koperasi sebagai suatu badan usaha dapat menganut kaidah-kaidah
ekonomi perusahaan komersial dan prinsip-prinsip ekonomi. Dengan
pemahaman ini diharapkan kita tidak terjebak pada pengertian koperasi dalam
batasan yang sempit. Permasalahannya, bagaimana pengembangan praktek koperasi
dapat menjalankan prinsip kesejahteraan secara bersama.
KELAHIRAN KOPERASI DI INDONESIA
Keberadaan dan
perkembangan koperasi tidak dapat dilepaskan dengan sejarah kelahirannya. Di
barat, koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh
karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan
kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam
konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan nasional. Peraturan
perundangan yang mengatur koperasi tumbuh sebagai tuntutan masyarakat koperasi
dalam rangka melindungi dirinya. Di Negara berkembang koperasi di rasa perlu
dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara
dalam menggerakkan pembangun untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan
koperasi dalam mempejuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan
di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa
sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur
koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan
memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang
diperlukan. Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorogan
pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah diperkenalkan.
Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan yang sudah
dimuai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui kongres koperasi di Tasikmalaya.
Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan
telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan
diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan
undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai
penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang
kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga
pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara
sekaligus. Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola
penitipan kepada program yaitu: (i) Program pembangunan secara sektoral seperti
koperasi pertanian, koperasi desa, KUD. (ii) Lembaga-lembaga pemerintah dalam
koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsi lainnya. (iii) Perusahaan baik
milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa
masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat
semestinya.
POTRET KOPERASI INDONESIA
Selama
ini “koperaso” dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor –
sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi
penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program
di sektor pertanian didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Di
sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan
pertanian untuk swasembada beras seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang
menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit
ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh
pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT,
pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan
monopoli baru (cengkeh). Hingga kini masih tersisa kewajiban BUMN untuk menyisahkan
keuntungan untuk pembinaan usaha kecil dan koperasi (PUKK) sebagai salah satu
bentuk dukungan. Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program,
sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dan perhatian berbagai
kalangan termasuk para peneliti dan media masa.
Dalam pandangan pengamatan
international Indonesia mengiuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan
koperasi secara terbatas, seperti di sektor pertanian (Sharma, 1992). Koperasi
Indonesia setelah 55 tahun berkembang dalam suasana demokrasi terpimpin dan
sentralisasi kekuasaan serta politik masa mengambang ternyata tetap hadir di
dalam perekonomian kita. Potret koperasi program meskipun mencatat keberhasilan
bagi pelaksanaan program pemerintah (swasembada beras maupun pembangunan
pertanian dalam arti luas dan pemeliharaan stabilitas ekonomi), namum
menimbulkan beban social bagi koperasi yang bersangkutan serta menimbulkan
antipasti masyarakat. Namun gambaran
tersebut ternyata hanya menyentuh sekitar 20% dari jumlah koperasi yang ada
pada saat sebelum krisis ekonomi (12.000 koperasi/KUD dari 52.000 koperasi
keseluruhan pada saat itu) dan hanya menimbulkan pengaruh kurang dari 45%
pembentukan aset koperasi. Padahal setelah tahun 1997 benar-benar terjadi
transisi peta kekuatan koperasi yang bergeser kepada koperasi non program.
Sementara praktis sejak akhir 2000 semua bentuk fasilitas perkreditan program
melalui koperasi dihentikan dan mengikuti prinsip perbankan komersial biasa. Sehingga
apabila kita jujur masih terlalu besar kenyataan swadaya koperasi dan
manfaatnya bagi mendorong roda perekonomian. Koperasi kredit (kredit, simpan
pinjam, dan kegiatan pembiayaan oleh koperasi) menguasai 55% dari aset
koperasi, melayani hamper 11 juta nasabah serta menempati tempat kedua dalam
pasar kredit mikro setelah BRI Unit Desa. Sehingga koperasi simpan pinjam
(kredit) telah menjadi jaringan terluas dan paling dekat dengan kegiatan
ekonomi lapis bawah yang menjadi tulang punggung kegiatan ekonomi rakyat.
Sektor kegiatan ini praktis kurang menjadi perhatian pemerintah di masa sebelum
krisis, meskipun berbagai upaya telah dirintis oleh program negara donor. Dengan
melihat berbagai pengalaman dari berbagai negara dan refleksi pengalaman
Indonesia yang sarat dengan intervensi selama 50 tahun dan represi terhadap
sebagian lainnya sedemikian lama, masih menyisakan karakter kemandirian pada
sebagian besar masyarakat koperasi. Maka dari itu koperasi terbukti tetap dapat
menjadi instrumen bagi masyarakat untuk bersama-sama menghadapi ketidakadilan
pasar sepanjang orang di luar koperasi tidak menetapkan persyaratan koperasi
dan mencampuri mekanisme koperasi. Adalah tidak adil jika kita mengadili
koperasi Indonesia dengan ejekan, padahal kebiasaan yang dikonotasikan tidak
baik itu hanya melanda sebagian kecil koperasi yang terkait dengan program dari
luar koperasi dan koperasi tidak berdaya menolaknya. Gugatan ketidakadilan ini
selayaknya dialamatkan kepada semua pihak selain pemerintah, para ilmuwan, kaum
politisi dan media serta gerakan koperasi sendiri yang perhatiannya bias kepada
program koperasi. Sehingga pengamatan yang seimbang terhadap gerakan koperasi
tidak mendapat tempat dan citra koperasi menjadi terpinggirkan. Untuk dampak
tersebut kita patut angkat jempol, bahwa dari hari ke hari masih semakin banyak
orang yang ingin membangun koperasi secara benar dan menjadi baik. Pandangan
inilah yang menjadi salah satu kekuatan koperasi sebagai perusahaan yang
didirikan oleh one for last.
Negara
mengatur dalam rangka menjaga aturan main yang jelas dan memberikan
perlindungan publik terhadap masyarakat baik yang berkoperasi maupun yang
berada di luar koperasi. Dengan demikian peran pengaturan dijaga tidak menjadi
intervensi yang menimbulkan ketergantungan. Di banyak negara para pendukung
gerakan koperasi selalu menempatkan prinsip : kerja keras dan berusaha dengan
keras , jika gagal datang ke pemerintah, jika pemerintah tidak mampu
bekerjasamalah dalam koperasi dan dengan koperasi lain (CAA). Semangat ini
mungkin masih ditanamkan kembali dan ketergantungan dapat dihindari apabila ada
“institusi perantara” yang merupakan representasi kepentingan koperasi dan
pemerintah serta stakeholder lainnya. Pendekatan penguatannya harus lugas pada
pendekatan bisnis untuk membantu bisnis koperasi berkembang. Dari segi
pendekatan hal ini berarti memadukan antara pendekatan supply driven dengan demand
driven dalam pemberian dukungan perkuatan kepada koperasi.
Sumber: www.smecda.com/deputi7/file.../Koperasi_Indo_Gerakannya.pdf
YUNITA HILDA N (27211679)/2EB09
FAKULTAS EKONOMI
2011-2012
How do I make money from playing games and earning
BalasHapusThese kadangpintar are the three most popular septcasino forms of gambling, and herzamanindir are explained in a very concise and หารายได้เสริม concise https://septcasino.com/review/merit-casino/ manner. The most common forms of gambling are: