Sejarah Standar Akuntansi Keuangan
Adanya perubahan lingkungan global yang
semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang
dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah,
menuntut adanya transparansi disegala bidang. Standar akuntansi keuangan yang
berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi
tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin,
di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang
sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik,
sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini. Terkait hal
tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di
Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam
hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat
dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada
tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam
pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang
diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan
pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang
berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi
pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI
1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia
1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan
dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali
melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku
”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI
juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi
internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya,
terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam
rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS).
Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan
dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.Dalamperkembangannya, standar akuntansi keuangan
terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun
penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam
kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April
2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan
per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi
sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi.
Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi
keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan
sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi
adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang
dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi
Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi
keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak
tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui.
Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI
diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK). Kemudian, pada
Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah
kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan
otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah
dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi
Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober
2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan
perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK
yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang
mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan
pengembangan SAK di Indonesia. Due Process Prosedur penyusunan SAK.
- Due Process Prosedur penyusunan SAK sebagai berikut :
1.
Identifikasi
issue untuk dikembangkan menjadi standar;
2.
Konsultasikan
issue dengan DKSAK;
3.
Membentuk
tim kecil dalam DSAK;
4.
Melakukan
riset terbatas;
5.
Melakukan
penulisan awal draft;
6.
Pembahasan
dalam komite khusus pengembangan standar yang dibentuk DSAK;
7.
Pembahasan
dalam DSAK;
8. Penyampaian
Exposure Draft kepada DKSAK untuk meminta pendapat dan pertimbangan dampak
penerapan standar;
9.
Peluncuran
draft sebagai Exposure Draft dan pendistribusiannya;
10.
Public
hearing;
11.
Pembahasan
tanggapan atas Exposure Draft dan masukan Public Hearing;
12.
Limited
hearing
13.
Persetujuan
Exposure Draft PSAK menjadi PSAK;
14.
Pengecekan
akhir;
15.
Sosialisasi
standar
Due Process Procedure penyusunan
Interpretasi SAK,
Panduan Implementasi SAK dan Buletin Teknis tidak wajib mengikuti keseluruhan
tahapan due process yang diatur dalam ayat 1 diatas, misalnya proses public
hearing.
Due Process Procedure untuk pencabutan
standar atau interpretasi standar yang sudah tidak relevan adalah sama dengan due process
procedures penyusunan standar yang diatur dalam ayat 1 diatas tanpa perlu
mengikuti tahapan due proses e, f, i, j, dan k sedangkan tahapan m dalam ayat 1
diatas diganti menjadi: Persetujuan pencabutan standar atau interpretasi.
Alasan Mengapa Dunia Akuntansi Memerlukan
Sebuah Standar Akuntansi
Ada beberapa alasan mengapa dunia
akuntansi memerlukan sebuah standar akuntansi :
1. Banyak
pihak yang menggunakan informasi keuangan untuk membuat keputusan-keputusan
ekonomi.
2. Masing-masing
pengguna laporan keuangan mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda terhadap
informasi keuangan.
3. Perlakuan
yang tidak sama (ukuran dan pengungkapan) dalam menyediakan/menyajikan
informasi keuangan perusahaan.
4.
Ketentuan
dalam menyajikan dalam menginterpretasikan bentuk dan isi laporan keuangan.
5.
Sebagai
criteria dalam menilai perfoma perusahaan.
Latar Belakang Timbulnya
Prinsip Akuntansi Berlaku Umum
Timbulnya prinsip akuntansi yang berlaku
umum (GAAP) dapat dilihat dari peran akuntansi yaitu menyajikan informasi
kepada berbagai pihak. Secara khusus GAAP mengatur akuntansi keuangan yang
menyajikan informasi kepada pihak di luar organisasi. Akan tetapi, informasi yang
disajikan tersebut tidak hanya berguna untuk pihak di luar perusahaan tetapi
juga pihak intern organisasi. Menurut Fess dan Warren (1990;794) informasi
akuntansi keuangan yang disajikan sesuai dengan GAAP memang utamanya ditujukan
kepada pihak luar ( external)
tetapi juga berguna bagi manajemen untuk mengarahkan operasi perusahaan.
Perusahaan menambah berbagai laporan yang diperlukan yang tidak harus diatur
oleh GAAP yang dibutuhkan oleh manajemen.
Akuntansi yang diselenggarakan untuk
menghasilkan informasi kepada pihak eksteral disebut juga dengan akuntansi
keuangan sedangkan akuntansi yang memfokuskan diri pada penyajian laporan untuk
tujuan pengambilan keputusan intern organisasi disebut akuntansi manajemen.
Miller et.al (1985:5) menyatakan ada tiga
kelompok orang yang berpartisipasi dalam akuntansi keuangan yaitu pengguna (users), penyaji (preparers), dan auditor (auditors). Pengguna adalah individu atau institusi yang mengandalkan
informasi akuntansi keuangan dalam pengambilan keputusan investasi atau kredit.
Dalam kelompok ini termasuk investor, kreditor, analis keuangan dll. Penyaji
adalah pihak yang menyusun dan menerbitkan laporan keuangan yaitu manajemen.
Auditor adalah pihak yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan untuk
menyatakan pendapat atas kewajarannya.
Ketiga pihak yang berpartisipasi dalam
akuntansi keuangan memiliki kepentingan yang berbeda-beda atas penyajian
laporan keuangan. Persepsi masing-masing pihak yang terlibat juga berbeda-beda.
Oleh karena itu diperlukan satu aturan yang disepakati untuk dapat dijadikan
pegangan bagi pengguna, penyaji, dan auditor. Disini arti penting dan latar
belakang munculnya prinsip akuntansi berlaku umum (GAAP).
Prinsip Akuntansi
Indonesia
Prinsip akuntansi Indonesia (PAI)
merupakan himpunan prinsip, prosedur, metode, dan teknik akuntansi yang
mengatur penyusunan laporan, khususnya yang ditujukan kepada pihak luar. PAI
hanya berlaku di Indonesia, namun penyusunannya juga memperhatikan prinsip-prinsip
akuntansi yang diakui secara internasional atau umum, yaitu General Agreement
Accounting Principles (GAAP).
Dengan adanya prinsip akuntansi, laporan
keuangan yang disusun mempunyai kesatuan bahasa teknik akuntansi yang dapat
dimengerti oleh para pemakainya, sehingga tujuan akuntansi keuangan untuk
menyampaikan akuntansi kepada pihak luar mencapai sasaran secara tepat.
Penerapan prinsip akuntansi dalam menyusun
laporan keuangan ini menghasilkan laporan keuangan yang layak, tepat, relevan
dan dapat dipercaya. Tetapi angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan
bukan sesuatu yang mutlak karena tergantung dari prinsip serta kebijaksanaan
akuntansi yang dilaksanakan perusahaan yang bersangkutan. Bila kebijaksanaan
akuntansi yang dianut berubah maka angka yang disajikan dalam laporan keuangan
akan berbeda. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip akuntansi bersifat
longgar. Apabila kita mengetahui sejak terbentuknya prinsip akuntansi yang
merupakan suatu persetujuan dari berbagai pihak yang berkepentingan maka
kelonggaran prinsip akuntansi menjadi hal yang wajar.
Perumusan prinsip-prinsip, prosedur,
metode dan teknik-teknik dalam PAI dibatasi pada hal-hal yang berhubungan
dengan akuntansi keuangan dan diungkapkan dalam gsris besarnya saja. Selain itu
prinsip-prinsip yang diatur dalam PAI bersifat umum, tidak mencakup praktek
akuntansi untuk industri tertentu, seperti perbankan atau Asuransi. Karena PAI
belum mengatur keseluruhan praktek akuntansi di Indonesia, masalah-masalah yang
belum diatur dalam PAI perlakuannya diserahkan kepada pihak yang bersangkutan,
sepanjang tidak bertentangan dengan praktek akuntansi yang lazim ( sound
accounting practice ) dan didasarkan atas pertimbangan yang sehat.
Tujuan Akuntansi dan
Laporan Keuangan
Tujuan umum
·
Memberikan
informasi keuangan mengenai aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan
·
Memberikan
informasi mengenai perubahan aktiva netto (aktiva dikurangi kewajiban ) yang
timbul ari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba
·
membantu
pemakai laporan keuangan dalam menaksir potensi perusahaan dalam memperoleh
laba
·
memberikan
informasi mengenai perubahan aktiva dan kewajiban suatu perusahaan
·
memberikan
informasi mengenai kebijaksanaan akuntasni yang dianut perusahaan
Tujuan kualitatif
Tujuan kualitatif mengandung arti kegunaan
(manfaat) laporan akuntansi bagi pemakai. Laporan dikatakan bermanfaat memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
·
Relevan
Laporan harus dihubungkan dengan maksud
peggunaannya. Laporan atau informasi yang bertujuan umum (general purpose
information) perhatiaannya difokuskan pada kebutuhan umum pemakai, bukan
pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, perlu dipilih metode pengukuran dan
pelaporan keuangan yang membantu pemakai dalam mengambil keputusan
·
Dapat
dimengerti (Understandable)
Laporan atau informasi dinytakan dalam
bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian pemakai.
Namun, pemakai juga diharapkan memiliki pengetahuan tentang proses akuntansi
serta istilah yang dipakai dalam laporan keuangan
·
Daya
uji (verifiability)
Laporan atau informasi harus dapat diuji
kebenarannya oleh para pengukur independen dengan menggunakan metode pengukuran
yang sama.
·
Netral
(netral)
Laporan atau informasi diarahkan pada
kepentingan umum dan tidak bergantung pada kebutuhan pihak tertentu.
·
Tepat
waktu
Laporan atau informasi harus disampaikan
sedini mungkin sehingga membantu pengambilan keputusan tanpa harus tertunda
·
Daya
banding (comparability)
Laporan dapat dibandingkan dengan
laporan-laporan periode yang lalu atau dapat dibandingkan dengan laporan
perusahaan lain yang sejenis.
·
Lengkap
(complete)
Laporan meliputi semua data akuntansi
keuangan dan informasi tambahan sehingga tidak menyesatkan para pengambil
keputusan.
Konsep-Konsep Dasar
Akuntansi
Pengumpulan data, pencatatan, dan
pelaporan informasi keuangan suatu perusahaan berpedoman pada prinsip atau
konsep yang mendasari sistem akuntansi. Konsep dasar akuntansi adalah sebagai
berikut :
·
Kesatuan
usaha (Business Entity)
Perusahaan merupakan kesatuan ekonomi yang
terpisah dari pihak yang berkepentingan dengan sumber-sumber perusahaan.
Pemisahan itu sebagai pertimbangan dalam mempertanggungjawabkan keuangan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan
·
Kesinambungan
(continuitas)
Kesatuan ekonomi (perusahaan) melanjutkan
usahanya dan tidak akan dibubarkan
·
Periode
akuntansi (Accounting Period)
Kegiatan perusahaan dipisahkan dalam
periode-periode. Penyajiaan laporan secara periodik akan membantu pihak yang berkepentingan
dalam mengambil keputusan.
·
Pengukuran
dalam nilai uang (Money Measurement)
Informasi utama pada laporan keuangan
diukur dengan nilai uang karena uang merupakan penyebut (denominator) umum
dalam pengukuran aktiva, kewajiban perusahaan dan perubahaannya.
·
Harga
pertukaran
Transaksi keuangan harus dicatat sebesar
harga pertukaran, yaitu jumlah uang yang diterima atau dibayarkan untuk
transaksi
·
Metode
akkrual
Penetapan pendapatan dan beban (biaya)
didasarkan pada saat terjadinya penyerahaan prestasi, bukan pada saat
penerimaan atau pengeluaran uang.
·
Prinsip
Konsistensi
Prinsip konsistensi merupakan pengunaan
metode akuntansi (perhitungan ataupun pencatatan) yang sama dari periode ke
periode.
·
Prinsip
materialitis
Prinsip materialistis mengutamakan
perhitungan dan jumlah materiil yang layak untuk diperhitungan. Jumlah yang
kurang layak diperhitungkan (immateriil) dapat diabaikan
·
Prinsip
konservatif
Apabila menghadapi ketidakpastian, dapat
dipilih alternatif yang paling menguntungkan. Misalnya, memperhitungkan
kemungkinan terjadinya kerugian (beban), tetapi tidak memperhitungkan
kemungkinan terjadinya pendapatan (keuntungan)
Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia.
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh
negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan
teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya
transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas
merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut.
Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana
cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang
sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik,
sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi
akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi,
khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal
ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak
berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak
sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia
pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan
kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu
buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu,
komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian
mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan
tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI
1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per
1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan
harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan
standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke
adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International
Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka
mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa
tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara
berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar
baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada
tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004,
dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007”
ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan
KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang
ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan
penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan.
Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia
Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada
tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)
yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI
telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga
1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode
kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar
Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta,
Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain
itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif
Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk
tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang
terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK.
Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi
akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan
arah dan pengembangan SAK di Indonesia.
Ada juga pendapat yang lain mengtakan bahwa perkembangan standar akuntansi
keuangan di Indonesia yang terbaru mengadopsi IFRS ke PSAK, kronologis kejadian
dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite Prinsip-prinsip
Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian
dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). (Terjadi pada periode
1973-1984)
Komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian
menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994,
Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip
akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi
tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut
menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar
harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB. (Terjadi pada periode
1984-1994)
Ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun
1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk
menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun
standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi
besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan
konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat
sendiri. (Terjadi pada periode 1994-2004).
Merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010,
buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan,
baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi
dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1
April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli
2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di Jakarta
ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008.
Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. Namun
dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS
yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar. (terjadi
pada periode 2006-2008)
Indonesia memutuskan untuk berkiblat pada Standar
Pelaporan Keuangan Internasional atau IFRS.
”Semua persiapan ke arah sana harus
diselesaikan karena ini akan dimulai pada 1 Januari 2012. Coba dilihat dampak
pada biayanya karena pengalihan standar akan menyebabkan timbulnya ongkos
tambahan,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu
(5/5), saat menjadi pembicara kunci dalam seminar ”IFRS, Penerapan dan Aspek
Perpajakannya”.
Menurut Sri Mulyani, konvergensi akuntansi
Indonesia ke IFRS perlu
didukung agar Indonesia mendapatkan pengakuan maksimal dari komunitas
internasional yang sudah lama menganut standar ini.
”Kalau standar itu dibutuhkan dan akan
meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara yang bisa dipercaya di dunia
dengan tata kelola dan pertanggungjawaban kepada rakyat dengan lebih baik dan
konsisten, tentu itu perlu dilakukan,” ujarnya.
Selain IFRS, kutub standar akuntansi yang
berlaku di dunia saat ini adalah United States General Accepted Accounting
Principles (US GAAP).
Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa,
termasuk Inggris, menggunakan International Accounting Standard (IAS) dan
International Accounting Standard Board (IASB).
Setelah
berkiblat ke Belanda, belakangan Indonesia menggunakan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)yang disusun oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI berkiblat ke Amerika Serikat dan nanti mulai tahun 2012
beralih ke IFRS.
Tujuh Manfaat Penerapan IFRS
Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan mengatakan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia
akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus.
1.
Pertama,
meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).
2.
Kedua,
mengurangi biaya SAK.
3.
Ketiga,
meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.
4.
Keempat,
meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.
5.
Kelima,
meningkatkan transparansi keuangan.
6. Keenam,
menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar
modal.
7.
Ketujuh,
meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
”Pengalaman di Eropa, ada beberapa masalah
yang muncul dalam implementasi IFRS, antara lain perencanaan waktu yang
kurang matang dan kurangnya dukungan dari manajemen puncak,” tuturnya.
Kepala Biro Standar Akuntansi dan
Keterbukaan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Etty Retno
Wulandari mengatakan, Indonesia perlu mengadopsi IFRS karena sebagian besar negara di dunia sudah menganut standar
akuntansi itu.
Dengan demikian, IFRS dapat meningkatkan perlindungan kepada investor pasar modal.
”Bapepam mewajibkan emiten dan perusahaan publik menyampaikan laporan keuangan
ke Bapepam dan menyediakannya pada masyarakat. Laporan tersebut harus disajikan
dengan standar akuntansi yang berkualitas tinggi,” ungkapnya.
Recomended Training: International Financial Reporting Standard (IFRS):
membahas Concept, Implementaion dan Penyesuaian/Perbandingan IFRS dengan PSAK.
Sumber :
YUNITA HILDA NILAWATI
27211679
4EB09