1. Struktur Produksi
Struktur produksi adalah logika proses produksi, yang menyatakan hubungan antara beberapa pekerjaan pembuatan komponen sampai menjadi produk akhir, yang biasanya ditunjukkan dengan menggunakan skema. Struktur produksi nasional dapat dilihat menurut lapangan usaha dan hasil produksi kegiatan ekonomi nasional. Berdasarkan lapangan usaha struktur produksi nasional terdiri dari sebelas lapangan usaha dan berdasarkan hasil produksi nasional terdiri dari 3 sektor, yakni sektor primer, sekunder, dan tersier.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi struktur produksi suatu perekonomian cenderung mengalami perubahan dari dominasi sektor primer menuju dominasi sektor sekunder dan tersier. Perubahan struktur produksi dapat terjadi karena :
Sifat manusia dalam perilaku konsumsinya yang cenderung berubah dari konsumsi barang barang pertanian menuju konsumsi lebih banyak barang-barang industri
Perubahan teknologi yang terus-menerus.
Semakin meningkatnya keuntungan komparatif dalam memproduksi barang-barang industri.
Struktur produksi nasional pada awal tahun pembangunan jangka panjang ditandai oleh peranan sektor primer, tersier, dan industri. Sejalan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan ekonomi maka pada akhir Pelita V atau kedua, struktur produksi nasional telah bergeser dari dominasi sektor primer menuju sektor sekunder.
2. Pendapatan Nasional
Salah satu indikator perekonomian suatu negara yang sangat penting adalah yang disebut dengan pendapatan nasional. Pendapatan nasional dapat diartikan sebagai suatu angka atau nilai yang menggambarkan seluruh produksi. pengeluaran, ataupun pendapatan yang dihasilkan dari semua pelaku/ sektor ekonomi dari suatu negara dalam kurun waktu tertentu.
Pendapatan nasional sering dipergunakan sebagai indikator ekonomi dalam hal:
Menentukan laju tingkat perkembangan/ pertumbuhan perekonomian suatu negara
Mengukur keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya
- Membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu negara dengan negara lainnya
Meskipun demikian tidak semua ahli ekonomi setuju jika hanya pendapatan perkapita saja yang dijadikan ukuran kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara. Adapun kritik tersebut diantaranya:
- Ada faktor-faktor lain di luar pendapatan yang akan berpengaruh pada tingkat kemakmuran dan kesejahteraan
- Kesejahteraan masyarakatan masih sering bersifat subjektif. Tiap orang mempunyai pandangan hidup yang berbeda sehingga tolak ukur kesejahteraannya pun berbeda
Beberapa tokoh ekonomi yang memberikan masukan terhadap ukuran-ukuran kemakmuran dan kesejahteraan diantaranya adalah:
1. Dudley Seers mengemukakan, bahwa paling tidak ada 3 masalah pokok yang perlu diperhatikan dalam mengatur tingkat pembangunan suatu negara. 3 masalah tersebut adalah:
- Tingkat kemiskinan
- Tingkat pengangguran
- Tingkat ketimpangan di berbagai bidang
2. J.L. Tamban berpendapat bahwa ada 4 hal sebagai dasar untuk mengukur perekonomian dan kemakmuran Indonesia. 4 hal tersebut adalah:
- Kesehatan dan keamanan
- Pendidikan keahlian dan standar hidup
- Pendapatan
- Pemukiman
3. Hendra Esmara lebih memilih 3 komponen yang ia anggap perlu diperhatikan dalam rangka mengukur kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara, yakni:
- Pendudukan dan kesempatan kerja
- Pertumbuhan ekonomi
- Pemerataan dan kesejahteraan masyarakat
Untuk mendapatkan nilai atau indikator tersebut digunakan 3 pendekatan perhitugan, yakni:
- Pendekatan produksi
- Pendekatan pengeluaran
- Pendekatan pendapatan
Sedangkan konsep perhitungan yang dipergunakan adalah:
- Konsep kewarganegaraan
- Konsep kewilayahan
Menghitung Pendapatan Nasional Dengan Pendekatan Produksi (GDP)
GDP (Gross Domestic Product) atau Produksi Dometik Bruto adalah pendapatan nasional yang nilainya dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh kegiatan produksi yang dilakukan oleh semua pelaku/ sektor ekonomi di wilayah Indonesia, dalam kurun waktu tertentu.
Yang perlu diingat dalam perhitungan tersebut, jangan sampai terjadi perhitungan ganda (double counting) yang dapat menyebabkan pendapatan nasional (GDP) Indonesia tampak lebih besar. Salah satu akibatnya adalah, seolah-olah negara Indonesia sudah cukup maju dan makmur (terlihat dari GDP yang tampak besar ), sehingga bantuan luar negeri akan diahlikan ke negara yang lebih membutuhkan. Dengan demikian kita akan kehilangan kesempatan mendapatkan tambahan dana pembangunan, sedangkan kita sesungguhnya masih sangat membutuhkannya.
Untuk menghindari kesalahan perhitungan ganda tersebut dapat digunakan salah satu dari dua cara dibawah ini:
1. GDP dihitung hanya dari nilai akhir dari suatu produk saja, misalnya untuk industri otomotif, hasil akhirnya saja (mobil) yang akan dihitung.
Contoh ilustrasinya adalah:
- Produsen I petani gandum, produksinya dinilai Rp 200,-/satuan tertentu
- Produsen II pabrik tepung terigu, produksinya bernilai Rp 500,-/satuan tertentu
- Produsen III pabrik roti, produksinya dinilai Rp 750,-/satuan tertentu
Dari ilustrasi sederhana di atas, maka pendapatan nasional (GDP) Indonesia adalah sebesar Rp 750,- yakni hanya menilai hasil akhirnya saja. Karena nilai roti seharga Rp 750,- tersebut telah terkandung unsur gandum dan tepung terigu. Yang dimaksud dengan perhitungan ganda adalah dengan menganggap bahwa pendapatan nasional (GDP) Indonesia adalah sebesar Rp 1.450,- (200+500+750). Sehingga hasil sebesar Rp 1.450,- sangat menyesatkan, dan tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.
2. Kedua dengan menjumlahkan nilai tambah dari masing-masing komoditi yang di hasilkan masing-masing produsen, sehingga jika kita gunakan ilustrasi di atas, maka pendapatan nasional (GDP) Indonesia dengan cara ini akan menghasilkan jumlah yang sama.
- Produsen I petani gandum, produksinya dinilai Rp 200,-/satuan tertentu, karena sebelumnya tidak ada produksi, kemudian ada produksi gandum senilai Rp 200,- maka nilai tambah sebesar Rp 200,-
- Produsen II pabrik tepung terigu, produksinya bernilai Rp 500,-/satuan tertentu, dari bahan baku gandum yang hanya seharga Rp 200,- menjadi tepung terigu dengan harga Rp 500,- berarti ada nilai tambah sebesar Rp 300,-
Dari ilustrasi di atas, jika kita akumulasi maka nilai tambah dari masing-masing komoditi (gandum, tepung, dan roti) tersebut adalah sebesar Rp 750,- (200+300+250), di mana angka ini sama besarnya dengan pendapatan nasional (GDP) Indonesia jika dihitung dengan cara yang pertama.
Sebagai catatan, Gross Domestic Product ini diperoleh dengan menggunakan konsep Kewilayahan, artinya nilai produksi tersebut diperoleh dari seluruh kegiatan produksi dari semua pelaku ekonomi yang melaksanakan kegiatan produksinya di wilayah Indonesia saja, tidak dilihat apakah dia berwarga negara Indonesia atau WNA.
Menghitung Pendapatan Nasional Dengan Pendekatan Pengeluaran (GNP)
GNP (Gross National Product) adalah pendapatan nasional yang nilainya di peroleh dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh semua pelaku/ sektor ekonomi di Indonesia, yang berwarga negara Indonesia dalam kurun waktu tertentu. Cara memperoleh nilai GNP ini sangat berbeda dengan cara memperoleh GDP, jika GDP dibatasi oleh wilayah, maka GNP dibatasi oleh kewarganegaraan, karena konsep yang dipergunakannya adalah konsep kewarganegaraan, artinya nilai pengeluaran tersebut dihitung dari pelaku ekonomi yang berkewarganegaraan Indonesia saja.
Ilustrasi perhitungan adalah:
- Pengeluaran dari sektor rumah tangga (untuk konsumsi) XXX
- Pengeluaran dari sektor swasta (untuk investasi) XXX
- Pengeluaran pemerintah (Goverment Expenditure) XXX
- Sektor Luar Negeri / Ekspor netto (Ekspor – impor ) (XXX) +
- Pendapatan nasional (GNP) Indonesia adalah XXX
Menghitung Pendapatan Nasional Indonesia Dengan Pendekatan Pendapatan (NI)
NI (National Income) adalah pendapatan nasional yang nilainya didapat dengan cara menjumlahkan semua hasil/ pendapatan yang diperolah semua pelaku/ sektor ekonomi di Indonesia dalam kurun waktu tertentu. Nilai NI inilah yang tampaknya oleh kalangan akademisi dinotasikan dengan Y.
Ilustrasi sederhana dari perhitungan NI adalah:
- Pendapatan dari sektor rumah tangga berupa gaji/ upah XXX
- Pendapatan dari sektor swasta berupa laba XXX
- Pendapatan pemerintah XXX
- Pendapatan sektor luar negeri berupa devisa XXX +
- Pendapatan Nasional Indonesia ( NI ) XXX
Pertanyaan yang kemudian mungkin muncul adalah ‘Pendapatan Nasional yang manakah yang sebaiknya dipergunakan, GDP, GNP, ataukah NI?’. Secara prinsip ketiga jenis pendapatan nasional tersebut dapat menghasilkan nilai yang sama, tentu saja dengan sedikit penyesuaian. Penyesuaian-penyesuaian tersebut di antaranya:
Agar pendapatan nasiona (GNP) nilainya sama dengan GDP, maka GNP tersebut harus dikurangi terlebih dahulu dengan apa yang disebut dengan ‘pendapatan netto luar negeri dari faktor produksi’. Yang dimaksud dengan pendapatan netto luar negeri terhadap faktor produksi adalah selisih antara penerimaan sumber daya Indonesia yang bekerja di negara lain dengan pengeluaran negara Indonesia untuk orang asing yang bekerja di Indonesia. Dan bila dilihat dari neraca jasa Indonesia, masih menunjukkan nilai yang negatif (defisit). Hal ini perlu dilakukan mengingat dasar perhitungan kedua jenis pendapatan nasional tersebut diperoleh dengan pendekatan dan konsep perhitungan yang berbeda (kewarganegaraan dan kewilayahan). Dengan demikian jika dituliskan dalam bentuk formula adalah:
- GDP = GNP – Pendapatan netto luar negeri terhadap faktor produksi
- GNP = GNP – (Penerimaan F. Produksi WNI di LN – Penerimaan F. Produksi WNA di Indonesia)
Sedangkan untuk menyesuaikan kedua jenis pendapatan nasional tersebut dengan NI, diperlukan formulasi sebagai berikut:
- NI = GNP – Depresiasi – Tx tak langsung, dimana GNP – Depresiasi sendiri sering disebut dengan NNP (Net National Product) atau produksi nasional bersih
- NI = GDP – Depresiasi – Tx tak langsung, dimana GDP – Depresiasi sendiri sering disebut dengan NDP (Net Domestic Product) atau produksi domestik bersih
Disamping ketiga istilah pendapatan nasional tersebut (GDP, GNP, dan NI) tersebut, masih ada beberapa istilah yang berkaitan dengan pendapatan nasional, yakni:
Pendapatan Nasional Yang Siap Dibelanjakan (Y Disposible)
Yang dimaksud dengan pendapatan nasional (Y) disposible adalah pendapatan nasional yang telah siap untuk dibelanjakan. Nilai Y disposible ini berasal berasal dari NI (National Income) setelah ditambah dengan pengeluaran pemerintah berupa tranfer/ subsidi dan kemudian dikurangi dengan pajak langsung yang ditetapkan pemerintah. Jika ditulis dalam formula, nilainya diperoleh dari:
Y disposible = NI + Tr – Tx langsung, dimana:
Tr = Goverment Tranfer, subsidi pemerintah
Tx = Pajak langsung
Y Pribadi
Pendapatan nasional pribadi adalah pendapatan nasional disposible yang telah dikurangi dengan pajak pribadi, dihitung dengan formula:
YP = Yd – Tx pribadi, dimana:
Yp = Pendapatan nasional pribadi
Yd = Pendapatan nasional disposble
Pendapatan Nasional Perkapita
Pendapatan perkapita adalah tahun biasanya digunakan sebagai salah satu indikator akhir dalam melihat kemajuan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pendapatan perkapita ini diperoleh dengan membagi pendapatan nasional (GNP atau GDP) dengan jumlah penduduk di suatu negara (Indonesia).
Sumber: